Sesampainya dirumah, saya langsung sholat magrib dan santap malam dengan istri. Kondisi istri saat kami makan juga sebenarnya sudah sedikit mengkhawatirkan. Mukanya yang sebentar-sebentar meringis menahan sakit - terus jadi biasa lagi – muka sakit – biasa lagi. Begitu terus menerus yang terlihat dari raut wajahnya. Saya tanya kepadanya, kamu kenapa? Dia cuma menjawab, sakit sayang perutnya. Hmmm…mungkin mau lahiran sayang, begitu jawabku. Setelah makan, reaksi diperutnya semakin menjadi-jadi, lebih sakit dari yang sebelumnya. Saya bantu dia jalan mengelilingi ruang tamu agar tidak terlalu sakit. Sambil berjalan, dia terus menahan rasa sakitnya, sambil memegang lengan saya dengan sekuat tenaga. Tiap mulas diperutnya semakin meningkat, tangan saya yang jadi sasaran. Oh my god, sakitnya. Kalau cuma sekali dua kali sih mungkin saya bisa menahan, tapi ini sering.