Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Robohkan Menara Telkom, Pemda Badung Patut Diacungi Jempol

7 Februari 2010   06:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:03 180 0
Pemda Badung  telah merobohkan  menara2  telekomunikasi milik Telkom karena tidak memiliki  IMB. Dari 200 menara yang existing, 31 menara dan 84 BTS telah dirobohkan oleh Pemda dengan alasan  tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berdasarkan Perda Provinsi Nomor 4/PD/DPRD/1974 tentang Bangun-Bangunan.  Namun pihak Telkom mengkwatirkan bahwa tindakan tersebut mendatangkan dampak negatif bagi Bali termasuk dalam hal kelangsungan layanan publik, perkembangan pariwisata, dan stabilitas keamanan setempat.

Pihak Telkom juga mengkhawatirkan terganggunya koordinasi aparat keamanan dalam menjaga stabilitas keamanan di Bali dan khususnya Badung dari kemungkinan ancaman pihak tertentu yang melakukan aksi gangguan keamanan pada saat aparat keamanan saling berkomunikasi menggunakan layanan seluler dan Fixed Wireless Access.

Yang terekam dalam peristiwa tersebut adalah masalah izin, yang yang berkaitan dengan uang. Apapun namanya izin, jika berurusan dengan pemerintah pasti menyangkut uang yang jumlahnya tidak dapat diprediksi walaupun sudah ada ketentuannya.

Memang dalam Anggaran Pendapatan Daerah, IMB adalah sumber retribusi yang menjadi primadona bagi daerah kabupaten disamping retribusi parkir dan pasar. Namun, menyangkut retribusi yang bersangkutan langsung dengan rakyat tersebut, pengurusan IMB justru dipersulit sehingga situasi tersebut menjadi lahan bagi oknum untuk bertindak sebagai konsultan yang tentunya memungut jasa atas pelayanannya.

Telkom adalah perusahaan yang profit oriented, alasan yang dikemukakan oleh pihak telkom tersebut adalah sebagai show of power karena merasa penting. Jika kita lihat lebih jauh, bagimana sesungguhnya tarif telkom tersebut, apakah Pemda digratiskan ?. Pastinya tidak, kalau terlambat juga diisolir. Artinya, kalau Pemda dikenakan tarif telpon, sebaliknya telkom juga harus mengikuti aturan pemda sebagaimana yang dikenakan kepada masyarakat umumnya.

Perlakuan istimewa karena merasa penting, inilah yang sering menimbulkan rasa ketidak adilan. Rakyat yang tidak mempunyai kekuatan selama ini dianggap sebagai obyek penderita karena tidak istimewa. Seperti halnya pelayanan listrik, listrik byar pet tidak ada kompensasinya, tetapi jika masyarakat telat bayar, sangsinya pasti diperberat sampai pada sangsi harus membayar sambungan baru.

Sikap tegas pemda badung patut dijadikan contoh, mendudukkan persoalan secara proporsional sehingga tidak terjadi diskriminasi antara rakyat dan usaha yang merasa dipentingkan. Sangat terlihat masih terjadi alam feodalisme, kalau merasa dipentingkan maka harus diistimewakan sehingga tidak perlu mengikuti peraturan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun