Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar sejak 23 Juli dengan mempertandingkan 33 cabang olahraga yang mencakup 47 disiplin dan memperebutkan 339 medali emas masih akan berlangsung hingga 8 Agustus 2021. Tetapi, 28 atlet yang mewakili Indonesia di ajang ini telah usai melaksanakan tugasnya Selasa (2/8/2021) sesuai cabang olahraga masing-masing.Usainya tugas 28 atlet yang berjuang untuk mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia, dibuktikan oleh 6 atlet yang berhasil pulang membawa medali sebagai kado manis Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke-76.
Skor Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan=76
Bahkan, warganet dan netizen ditanah air sampai membuat meme apresiasi tentang kemenangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu atas pasangan ganda putri China, Â Chen Qing Chen/Jia Yi Fan dengan skor 21-19, 21-15 dalam tempo 55 menit. Meme itu adalah menjumlahkan skor 21+19+21+15=76.
Luar biasa. Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, tentu tidak merekayasa angka skor yang mereka ciptakan. Tidak ada intrik dan taktik apalagi unsur kesengajaan agar jumlah skor yang mereka dapatkan menjadi 76.
Dengan begitu, satu-satunya medali Emas yang diraih Indonesia di Olimpiade kali ini, ternyata jumlah skor akhir yang mengantar emas berjumlah 76, persis sesuai usia kemerdekaan RI di bulan Agustus 2021.
Sungguh hal ini benar-benar suatu kebetulan yang yakin membuat arwah para pahlawan yang telah gugur merebut kemerdekaan dari tangan penjajah kolonialisme bangga. Sebab ada anak bangsa yang membalas perjuangan mereka dengan mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia yang 76 tahun lalu mereka perjuangkan dengan darah dan nyawa.
Hal ini sangat kontradiksi dengan sebagian rakyat Indonesia yang lain, mengibarkan Bendera Murah Putih serentak sejak 1-31 Agustus 2021 saja masih banyak yang tidak peduli, khususnya rakyat yang sudah memiliki Bendera, atau yang mampu membeli Bendera, tetap saja di depan rumahnya hingga hari ini, belum ada pengibaran Bendera Merah Putih.
Kondisi ini, pasti membuat sedih arwah para pahlawan, terlebih stakeholder terkait juga nampak santai dan membiarkan, padahal menyoal Bendera ada Undang-Undangnya.
Betapa susahnya para pahlawan hingga dapat mengibarkan Bendera Merah Putih dan taruhannya nyawa, tapi hingga kini stakeolder terkait di negeri ini, sekadar bersyukur mengibarkan Bendera Merah Putih saja tidak. Di mana rasa memiliki, rasa nasionalismenya? Tapi kisruh, rusuh, tak empati, tak simpati, korupsi, kekuasaan, jabatan justru terus menjadi melodi ambisi yang mengingkari rasa syukur, tahu diri, dan balas budi kepada para pahlawan.
Sekadar mengibarkan Bendera Merah Putih di depan rumah sendiri saja tak dilakukan.
Jauh sekali bedanya dengan perjuangan Greysia dan Apriyani, yang justru mengibarkan Bendera Merah Putih di tanah orang, di Jepang, dalam kancah pesta olahraga multi cabang yang diikuti oleh seluruh negara di dunia dari 6 Benua.
Itu semua tentu untuk para pahlawan dan Indonesia, yang ternyata tanpa sadar skor yang mereka ciptakan berjumlah sama dengan HUT RI=76 diiringi derai air mata terharu dan bangga tak terkira.
Perak, perunggu=emas
Tak berbeda dengan torehan emas. Dalam kancah Olimpiade Tokyo 2020, sebelumnya saat Windy Cantika Aisah memastikan meraih perunggu dan menjadi medali pertama untuk Indonesia, mata ini juga berkaca-kaca, bercampur aduk perasaan antara terharu dan bangga, sebab Windy menjadi 3 terbaik di kelasnya di tingkat dunia.
Artinya, perolehan perunggu menjadi sama nilai rasanya saat dipadukan dengan membalas semangat juang dan pengorbanan para pahlawan kemerdekaan RI, sebab Windy pun sama, mengibarkan Bendera Merah Putih di tanah Jepang, dan hadapan mata dunia.
Begitupun saat, Eko Yuli Irawan mempersembahkan medali perak sebagai medali kedua Indonesia, nilai rasanya sama. Bendera Merah Putih juga berkibar. Lalu, saat medali ketiga Indonesia di raih Rahmat Erwin Abdullah, medali kelima digenggam oleh  Anthony Sinisuka Ginting, Perunggu pun, Bendera Merah Putih berkibar bersama-sama dengan yang perak dan emas. Seperti saat medali keempat Indonesia diraih Greysia-Apriyani.
Karenanya, di tengah situasi Indonesia yang kini didera berbagai masalah, terutama karena di picu oleh pihak yang seharusnya amanah tetapi malah sibuk mementingkan kekuasaan, oligarki, dinasti, dibumbui korupsi plus tindakan-tindakan represif. Lalu, para pendukung yang seperti membabi buta, sangat dekat letupkan disintegrasi bangsa.
Sementara amanah Pembukaan UUD 1945 juga masih banyak yang sebatas wacana karena faktanya rakyat masih menderita, merasakan keadilan yang memihak, hingga terus tertekan dan ditekan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat seperti di masa pandemi corona ini, yang dibikin berjilid-jilid, padahal banyak pihak berpikir kebijakan tak berlandaskan hukum. Luar biasa.
Oleh karena itu, lihatlah wahai para pemimpin yang duduk di kekuasaan pemerintahan dan parlemen, para rakyat yang mendukung junjungan dengan menghalalkan segala cara, hingga mengancam disintegrasi bangsa, para rakyat yang hanya hidup untuk kepentingan diri dan keluarga dan lain sebagainya. Lihatlah, perhatikan ulang dan saksama!
Apakah Windy Cantika Aisah yang meraih perunggu, Eko Yuli Irawan yang menggondol perak, Rahmat Erwin  Abdullah yang menggenggam perunggu, Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang menyikat emas, dan Anthony Sinisuka Ginting yang menyabet Perunggu, di dalam hati mereka ada latar belakang dan tujuan lain selain mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia?
Bahkan, di beberapa media dan media sosial saja, seorang Eko Yuli Irawan yang menggondol perak masih meminta maaf kepada Indonesia, karena belum mampu memberi emas, meski sudah saya sebut, emas, perak, dan perunggu yang diraih di event Olimpiade itu nilai rasanya sama, sebab Bendera Merah Putih sama-sama berkibar.
Lebih khusus lagi, bertepatan dengan HUT RI ke-76, perolehan medali kontingen Indonesia pada Olimpiade Tokyo 2020 meningkat dua keping dari edisi Rio 2016.
Mengibarkan Merah Putih
Untuk itu, perlu saya tanyakan sekali lagi.
Apakah Windy Cantika Aisah yang meraih perunggu, Eko Yuli Irawan yang menggondol perak, Rahmat Erwin  Abdullah yang menggenggam perunggu, Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang menyikat emas, dan Anthony Sinisuka Ginting yang menyabet Perunggu, di dalam hati mereka ada latar belakang dan tujuan lain selain mengharumkan.
Apakah ada intrik dan taktik dan permainan di antara atlet dunia itu untuk saling berbagi juara dan medali? Adakah di antara atlet dunia yang dimodali cukong dan harus membalas budi dengan sekeping emas atau perak atau perunggu? Apakah mereka bertanding juga karena demi mengejar bonus karena faktanya semua lawan berat dan tak mudah ditundukkan?
Seluruh atlet dunia termasuk enam atlet Indonesia, dalam benak pikiran dan hati terdalam, adalah  berjuang untuk nama bangsa dan negara, lalu bila berhasil akan ada balasan Bendera Negara berkibar, sama persis dengan perjuangan para pahlawan, memperjuangkan Indonesia lepas dari penjajahan tanpa embel-embel dan kepentingan terselubung.
Jadi, mengibarkan Bendera Merah Putih di event olahraga dunia, sejatinya tak ada bedanya dengan perjuangan pahlawan kemerdekaan.
Terima kasih, Windy Cantika Aisah, Eko Yuli Irawan, Rahmat Erwin  Abdullah, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, serta Anthony Sinisuka Ginting yang selama Olimpiade terus mengibarkan Merah Putih di pikiran, hati, dan dada, hingga berujud berkibarnya Bendera Merah Putih secara nyata di hadapan publik dunia. Saya yakin, di depan rumah kalian pun, Bendera Merah Putih terus berkibar. Pahlawan selalu bangga pada kalian.