Bahkan sejak promosinya viral dan menjadi pro kontra di seantero negeri, langsung membangkitkan lagi kisah perseteruan klasik yang mendarah daging yaitu sisa-sisa Pilkada dan Pilpres.
Akibat promosi kuliner oleh Presiden di momentum yang tidak pas dan materinya sangat sensitif, terlebih rakyat juga sedang dalam kondisi terluka hati akibat perlakuan pemerintah yang dianggap lebih membela WNA, netizen dan warganet pun saling serang di media sosial.
Tidak berhenti di situ, influencer dan buzzer yang beberapa waktu lalu sudah tiarap, kini bangun dan ikut memprovokasi lagi.
Malah ada unggahan influenser atau buzzer di media sosial yang malah kesannya membangkitkan macan tidur. Malah tambah memperkeruh suasana, sampai saat saya melihat unggahannya dan membaca kolom komentar, sangat jelas dia dan para pengikutnya terus mengkaitkan dengan kata-kata yang sama dalam perseteruan Pilkada dan Pilpres. Dari kondisi itu, rasanya memang ada pihak yang memafaatkan untuk membikin masyarakat mayoritas marah.
Pertanyaannya, bila benar masyarakat mayoritas benar-benar marah dan melakukan tindakan pembelaan yang bisa jadi mengarah ke anarkis, apakah pemerintah sanggup menghadang rakyat yang marah dan terus dipancing supaya marah?
Dalam situasi seperti ini, titik sumber pangkal masalahnya ada di Presiden. Karena Presiden yang memicu masalah, sewajibnya Presiden langsung tampil lagi, meminta maaf dan membuat klarifikasi dari maksud promosi kuliner yang sensitif.
Bila Presiden legowo, segera membuat klarifikasi dan meminta maaf sebelum persoalan jadi melebar dan tambah meluas, lalu banyak pihak yang akhirnya ikut campur mencoba mengklarifikasi dan membela, masalahnya bukan tambah mengecil lalu selesai. Tapi jadi bertele-tele dan bikin banyak dosa karena saling hujat. Padahal ini bulan Ramadhan.
Hingga detik ini, Presiden sendiri belum muncul dan memberikan klarifikasi. Tapi ada pihak yang coba membuat klarifikasi, justru dari klarifikasinya timbul masalah baru.
Lebih ironis, ada sosok yang setiap tampil sangat tak disukai masyarakat malah mati-matian membela Presiden dengan caranya, hingga dijuluki tukang jilat, dan justru menambah masalah baru dari pernyataannya.
Apa susahnya legowo, rendah hati, meminta maaf dan membuat klarifikasi kepada masyarakat? Tapi ini malah membiarkan masalah promosi hal yang sensitif jadi bola liar?
Apa ini memang yang diharapkan dari promosi barang sensitif, untuk bikin perseteruan dan perpecahan anak bangsa?
Siapa pun yang coba-coba ikut-ikutan membuat klarifikasi, rakyat tetap menunggu ucapan klarifikasi dari Presiden.
Maaf, Bapak Presiden, rakyat menunggu klarifikasi langsung dari Bapak, sekaligus ingin melihat Bapak melarang WNA masuk Indonesia seperti Bapak melarang rakyat mudik.