Ada beberapa catatan yang saya tekankan disini.
- Anies mengatakan bahwa hujan harus ke bumi bukan kelaut, hal yang paling dasar yang dia lupa bahwa laut juga bagian dari bumi, oke bolehlah kita maafkan dia anggaplah maksudnya daratan. Tetapi mengertikah Anies bahwa hujan itu hampir seluruhnya berawal dari proses penguapan yang terjadi di permukaan air laut.
Pada pelajaran sekolah dasar kita pelajari bahwa Indonesia mengenal dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Pada saat musim hujan di Indonesia posisi matahari berada di bumi bagian selatan sehingga tekanan udara di bumi selatan relatif lebih rendah dan untuk kesetimbangan tekanan udara maka angin berhembus dari bumi bagian utara ke bumi bagian selatan.
Pada saat masa ini terjadi terutama di wilayah Barat Indonesia pengaruhnya sangat terlihat dan sering mengakibatkan banjir besar di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa seperti saat ini karena angin yang berhembus dari Benua Asia ke Benua Australia melewati Samudera Hindia yang sangat luas dan membawa uap air yang sangat banyak dan uap air tersebut mengalami presipitasi menjadi hujan terutama di daerah lereng pegunungan. (Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, and hujan es;wikipedia).
Jadi siklus berubahnya air menjadi uap air itu sebagaian besar dilakukan diatas permukaan laut, sebagian kecil dari danau, sungai, pepohonan dan lain lain akan tetapi proses berubahnya menjadi hujan lebih banyak di daratan terutama lereng pengunungan. dan bumi ini sebagian besar permukaan bumi ini ditutupi oleh laut yakni 70,8 % (Sekitar 70,8% permukaan Bumi ditutupi oleh air;wikipedia).
Jadi harus diingat bahwa air hujan tersebut sumber utamanya dari penguapan diatas permukaan air laut yang di dorong kearah daratan dan sangat wajar jika hasil dari presipitasi tersebut tersebut secepatnya harus dikembalikan lagi ke tempat awalnya yakni laut terutama jika terjadinya pada saat musim penghujan.
Mungkin proses naturalisasi bisa dilakukan pada musim kemarau dimana hujan tidak terjadi pada frekwensi yang berdekatan dengan jumlah curah tidak tinggi. - Perbandingan antara Jakarta dan Singapura untuk konsep naturalisasi yang berhasil di Singapura adalah salah besar mengingat bahwa terdapat perbedaan karakteristik yang sangat signifikan antara kedua lokasi. Jakarta memdapat limpahan air hujan dari daerah di hulu terutama dari daerah Bogor, disamping hujan lokal, sementara Singapore hanya mengalami hujan lokal.
Singapura sebagian besar wilayah tidak jauh dari tepi pantai yang lebih jarang mengalami hujan karena proses berubahnya uap air menjadi titik hujan prosesnya lebih sering terjadi di daerah yang lebih tinggi dari permukaan air laut karena proses tekanan udara.
Jadi bisa diperkirakan perbedaan yang sangat jauh antara curah hujan di Singapura dengan curah hujan lokal Jakarta serta tambahan kiriman air dari Bogor. Hal lain yang mempengaruhi adalah tingkat kedisiplinan penduduk Singapura dan kota Jakarta dimana di Singapura penduduknya harus mengeluarkan uang beberapa dollar untuk menyisihkan barang elektronik dari rumahnya yang masih laik fungsi sementara di Jakarta kasur besar saja dapat dibuang sesuka hatinya ke aliran sungai.
Demikian juga jika Anies membanding dengan tingkat keberhasilan naturalisasi di di Jepang harus diingat juga perbandingan curah hujan dan kedisiplinan penduduknya. Anies mengatakan bahwa akan dibangun lubang resapan air sebanyak 1,8 juta drainase vertikal di Jakarta, kenyataannya hampir tidak ditemukan di perumahan penduduk di Jakarta drainase vertikal, boro boro buat drainase vertikal, septitank aja banyak yang tidak punya.
Hal tersebut tidak mudah karena seorang penduduk menggali tanah untuk resapan air dia juga harus memperhitungkan tingkat keamanan lubang tersebut dari anak kecil dan yang paling utama lubang itu akan jenuh air dalam beberapa kali hujan.
KEMBALI KE ARTIKEL