Pernah pula disampaikan sekilas info lewat media Twitter bahwa ada sebuah acara pelatihan penanggulangan bencana tingkat regional menghabiskan dana Rp 63 M. Padahal, pada saat yang sama, shelter untuk para pengungsi korban bencana letusan gunung Merapi belum terealisasi dengan baik. Menurut kabar berita, acara tersebut ternyata tidak se-wah biayanya. Pelatihan bersama itu hanya berlangsung beberapa hari saja.
Kita juga sering melihat acara seremonial panen tanaman pangan oleh pejabat setingkat gubernur maupun menteri (bahkan presiden). Menjelang acara itu dimulai mungkin saja ada ruas jalan yang ditutup untuk memperlancar perjalanan pejabat tinggi ke lokasi acara. Semakin tinggi jabatan si pejabat yang akan datang, maka pengamanan di sekitar lokasi akan semakin diperketat. Jikalau perlu, sekolah diliburkan. Tak lupa didirikan tenda yang dibawah naungannya berderet rapi kursi-kursi para undangan. Tentu saja kursi untuk pejabat tinggi dibedakan dengan kursi undangan biasa. Seperti biasa ada protokoler tertentu yang harus dilakoni yang dipandu oleh seorang petugas protokoler. Acara dimulai dari sambutan dari pejabat yang paling rendah (selaku panitia atau penanggungjawab pelaksana teknis acara) hingga pejabat yang paling tinggi. Setelah itu ramai-ramai turun ke sawah lengkap memakai topi petani dan membawa arit yang semuanya baru dibeli kemarin dan dipastikan tidak ada cacat. Lalu si pejabat akan memotong segenggam tanaman padi dan memotongnya. Segenggam padi itu kemudian diangkat tinggi-tinggi dengan tangannya sambil tak lupa bibirnya menyunggingkan senyum. Kamera televisi dan foto segera mengabadikan momen "penting" itu. Setelah itu selesailah acara panen itu walaupun tak lama kemudian kita disuguhkan berita mengenai impor beras dan tanaman pangan lainnya.
Ada pula upacara peresmian sejumlah proyek milik pemerintah. Ini biasanya diresmikan oleh pejabat minimal setingkat menteri. Seperti biasa ada tenda besar yang di bawahnya berjejer kursi-kursi untuk para undangan. Lalu acara dimulai dengan sambutan-sambutan. Dan puncaknya peresmian dimulainya proyek oleh pejabat dengan menekan tombol untuk membunyikan sirene atau peletakan batu fondasi pertama.
Selain itu, pernah pula sebuah organisasi politik mengadakan acara seremonial ulang tahunnya dengan mengambil tema yang lagi trend belakangan ini: go green. Salah satu mata acaranya adalah pelepasan balon yang membawa banner berisi pesan dari organisasi itu. Cukup menarik juga ajakan untuk menyelamatkan lingkungan tapi dengan melepas balon ke udara. Padahal balon-balon itu jika sudah habis gasnya akan berjatuhan ke bumi lagi di sembarang tempat, sesuai dengan arah angin yang membawanya.
Acara-acara seremonial ini juga bisa ditemui dalam berbagai program seperti pencanangan gerakan kebersihan, peresmian kampanye kebersihan, peresmian penanaman sejuta pohon, pembukaan tempat ibadah, pembukaan sarana dan fasilitas umum, dan lain-lain.
Kenapa bangsa ini jadi gemar sekali dengan seremonial formal macam tersebut di atas? Apakah ada semacam kebanggaan bisa menjadi pionir atau yang pertama kali memulai atau meresmikan untuk pertama kalinya  (karena seremonial-seremonial itu menjadi penanda dari dimulainya sesuatu atau penanda dari pertama kali dilakukannya sesuatu atau penanda dari pertama kali dipergunakannya sesuatu)? Apakah acara yang lebih sering berisi basa-basi ini begitu pentingnya, mengingat penyelenggaraannya juga tidak gratisan? Ataukah ini semacam statement dari para pejabat atau petinggi atau pesohor negeri ini bahwa mereka itu berkuasa, penting, terhormat, dan sangat menentukan yang layak diketahui dan dipahami oleh khalayak ramai?Seberapa penting seremonial itu bagi rakyat kebanyakan? Seberapa berpengaruh bagi perubahan kehidupan rakyat?
Betapa sering kita terjebak pada formalitas tapi melupakan atau melempem dalam mewujudkan konsistensi kualitas pada pembuktian kerja-kerja langsung di lapangan. Rasanya percuma upacara seremonial panen raya kalau 'toh akhirnya impor bahan pangan juga. Rasanya percuma peresmian proyek-proyek migas tapi ternyata yang mengambil keuntungan migas justru pihak asing. Rasanya percuma acara pengguntingan pita peresmian pemakaian rumah ibadah, namun si pejabat tidak memberikan keteladanan dalam hal giat beribadah (sebaliknya giat korupsi). Kita lebih senang mengutamakan "kulit" tapi melupakan "isi". Jangan sampai kita dikenang sebagai bangsa formalitas yang hidup di Republik Seremonial.
Tomy Saleh. Kalibata. 6 April 2011. 13:56WIB