Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kisah yang Sempurna

28 Mei 2012   10:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:41 200 0
Plafon putih di langit-langit seakan berputar-putar saat kubuka mata dengan kaku. Tapi, baru saja mata kubuka, sekejap cahaya lampu begitu menyilaukan menusuk mataku yang telah lama tertidur, memaksaku mengernyitkan mata, dan membukanya kembali perlahan-lahan. Kepalaku terasa berat, dan belum sepenuhnya sadar apa yang sedang terjadi, tapi aroma khas yang merasuk di hidung memberitahuku dimana aku berada. Ya, aku berada di rumah sakit. Ku lihat sebuah televisi menggantung di sudut ruangan, kerai putih menjuntai dari atas plafon mengelilingi ranjangku, dan kantung infus berdiri tinggi di sampingku. Sementara mengamati sekelilingku, sebuah genggaman hangat meremas telapak tanganku. Ia berdiri dari duduknya, matanya berbinar memancarkan kelegaan, menarik nafas panjang, dan senyumnya mengembang di wajahnya yang manis.

"Hai Bram, selamat datang. Aku senang kamu sudah sadar," ia menyapa sembari tangannya kini mengelus pipiku. Aku diam sesaat menunggu semua memori tentang diriku dan gadis yang berdiri di samping ranjangku. "Hai, Jane!" jawabku singkat dengan suara parau. "Bagaimana keadaanmu sekarang, Bram?" tanyanya lagi. "Baik, cuma kepala ini terasa pusing," jawabku lagi sambil memegang kepalaku yang berbalut perban. "Satu Minggu kamu terbaring di sini Bram. Kata dokter, kamu mengalami geger otak ringan. Mungkin itu yang menyebabkan kepalamu pusing." "Apa yang terjadi?" tanyaku penasaran. Jane menceritakan mengapa aku terbaring di rumah sakit ini. "Kita baru saja pulang dari acara launching novelmu yang terbaru di Gramedia Matraman. Kamu ingat?" Aku mengganggukkan kepala. "Di tengah jalan mobil kita kecelakaan. Saat melewati daerah Rawamangun, dari trotoar tiba-tiba seorang anak kecil melepaskan tangan ibunya dan lari menyeberangi jalan. Kamu refleks membanting setir, mobil kita naik ke atas trotoar, menabrak pohon pembatas jalan, kepalamu membentur setir, lalu tidak sadarkan diri. Itulah alasan kamu ada di sini Bram." "Lalu bagaimana dengan anak itu?" tanyaku sambil menahan nafas, takut sesuatu yang buruk terjadi pada anak itu. "Anak itu tidak apa-apa Bram, ia selamat," ujar Jane menenangkan hatiku. "Syukurlah," kataku penuh kelegaan. Jane tersenyum, kini ia menggenggam tanganku, "yang penting sekarang kamu istirahat, ngak usah pikir macam-macam, mudah-mudahan kita bisa cepat pulang ke rumah."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun