Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menikmati Sastra dalam Toilet

7 Juni 2013   13:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:24 108 0
REALISME sosialis itu sendiri bukan hanya penamaan satu metode di bidang sastra, tapi lebih tepat dikatakan satu hubungan filsafat, metode penggarapan dengan apresiasi estetiknya sendiri. Penamaan satu politik estetik di bidang sastra yang sekaligus juga mencakup kesadaran adanya front, adanya perjuangan, adanya kawan-kawan sebarisan dan lawan-lawan di seberang garis, adanya militansi, adanya orang-orang yang mencoba menghindari diri dari front ini untuk memenangkan ketakacuhan.” Pramoedya Ananta Toer (Dikutip dari sini) Ya, saya adalah pengagum Pram. Tapi, saya tidak memberhalakannya. Ya, saya mencintai karya-karya Pram. Dan saya akui tanpa kemunafikan, idealisme dalam permainan kata dan kalimat Pramoedya Ananta Toer begitu mempengaruhi karya dan cara pandang saya tentang kehidupan, sejak saya mengenalnya tahun 1996 lalu hingga ke depan nanti. Ya, saya sangat setuju dengan risalah Eyang Pram ini; “Realisme sosialis merupakan metode yang meneruskan filsafat materialisme dalam karya sastra serta meneruskan pandangan sosialisme-ilmiah. Dalam menghadapi persoalan masyarakat, realisme sosialis mempergunakan pandangan yang struktural fundamental”. Saya akui bahwa saya dilahirkan sebagai pria yang beruntung. Bukan lantaran saya ganteng, cerdas, atau lahir di tengah keluarga kaya. Namun, saya merasa beruntung sebab orangtua memberi nama yang membawa unsur Pram di antara nama asli saya, sekaligus memberi saya ruang seluas-luasnya untuk membaca dan menuntaskan rasa keingintahuan saya –yang hingga detik ini saya rasa belum pernah tuntas. Bapak dan Ibu tak pernah membatasi segala upaya eksplorasi pengetahuan saya. Mereka malah mengajangi saya seluas-luasnya. Sejak saya masuk sekolah dasar hingga SMP, setiap hari kala pulang sekolah, di samping bantal tempat tidur saya selalu tersedia segala macam bacaan, mulai dari majalah Bobo, Ananda, Mentari, Hai, Kawanku; aneka macam komik semacam Gareng-Petruk, Kungfu Boy, Tiger Wong, Doraemon; berbagai macam novel fiksi maupun non-fiksi besutan Sutan Takdir Alisjahbana, La Rose, Gola Gong, Bastian Tito, S Ito, Enyd Blyton; hingga seri detektif Wolfgang Ecke dan Alfred Hitchkock & Trio Detektif. Almarhum Ibu yang rutin menyediakan banyak jendela dunia di samping bantal saya itu, sebagai penghantar mimpi-mimpi saya, baik dalam tidur maupun tentang masa depan. Al Faatihah untuk Ibu, semoga bahagia di sana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun