Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Di Tengah Krisis Jepang, Mereka Membantu dengan Tulus

14 Maret 2011   16:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48 304 2
Setelah gempa mengguncang dan tsunami menerjang Jepang bagian timur-utara, banyak sekali informasi yang berseliweran baik melalui Facebook, Twitter, radio, televisi, dan lain-lain. Kebanyakan informasi itu memang disiarkan, dituliskan, atau diunggah dalam bahasa Jepang. Tentu saja itu menyulitkan bagi rata-rata WNI yang mungkin tidak semuanya menguasai bahasa Jepang dengan baik. Itu cukup beralasan karena huruf kanji menjadi salah satu kendala utama bagi orang non-Jepang. Memang ada informasi dalam bahasa Inggris, namun, tetap saja, kalau ada informasi dalam bahasa ibu sendiri, yakni bahasa Indonesia, mungkin itu lebih baik. Itulah yang mendasari pemikiran Akiko, seorang penerjemah yang pernah lama tinggal di Jakarta. Berkali-kali dia mengunggah dan memperbarui status di Facebooknya pasca gempa Jumat lalu agar bisa dijadikan sebagai rujukan bagi orang-orang Indonesia di Jepang yang ada dalam jaringannya. Tidak puas dengan cakupan jaringannya, Akiko lalu berniat membuat halaman di Facebook untuk menyebarkan informasi lebih luas. Informasi pada situasi darurat dan krisis seperti yang di Jepang saat ini tentu saja amatlah vital. Informasi itu bisa berupa jadwal pemadaman listrik, bagaimana cara menghadapi jika ada gempa susulan, apa yang harus dilakukan ketika akan mengungsi, dan sebagainya. Halaman Facebook yang baru dibuat hari Senin, 14 Maret 2011 ini tentu saja bersifat sementara. Jika situasi darurat sudah terlewati, halaman itu akan dihapuskan.  Selain Akiko, bergabung juga di halaman Facebook ini beberapa orang Jepang yang pernah tinggal cukup lama di Indonesia. Yusuke, yang selalu tak pernah ketinggalan berita tentang sepakbola Indonesia, pernah tinggal di Depok Margonda selama setahun. Ako, yang kini tinggal dan bekerja di Niigata, pernah tinggal di Indonesia dan pandai menarikan tarian Indonesia. Hiroaki, pemuda Jepang yang gemar menyanyikan lagu Indonesia, pernah tinggal di Yogyakarta. Selain itu, ada juga beberapa orang lagi yang membantu mereka. Para “relawan” Jepang di balik halaman ini hampir semuanya pernah belajar bahasa Indonesia di program bahasa Indonesia untuk penutur asing di Universitas Indonesia atau di Universitas Gadjah Mada. Meskipun tidak saling mengenal satu sama lain, mereka bergabung bahu-membahu menyebarkan informasi seputar bencana kepada warga Indonesia di Jepang, khususnya di wilayah yang mengalami dampak bencana. Motivasi mereka memberikan informasi yang kepada orang Indonesia semata-mata karena ingin membantu warga negara Indonesia. Ketika di Indonesia, mereka umumnya merasa banyak dibantu oleh orang Indonesia. Ada ikatan emosional yang tumbuh di antara mereka dan Indonesia. Ya, di tengah negeri mereka yang sedang dirundung bencana, mereka menyempatkan diri untuk memikirkan orang lain: warga Indonesia di Jepang. Dan mereka melakukannya dengan tulus.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun