Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Pak Djohar Arifin, Mari kita mencerdaskan Sepakbola Indonesia

16 Juli 2011   10:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:37 284 0
PROLOG

Djohar Arifin Husin (selanjutnya saya sebut "Djohar Arifin" saja untuk memudahkan) memiliki latar belakang pendidikan yang membanggakan dan dapat diandalkan. Sepengetahuan saya baru kali ini Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dipimpin oleh seorang bergelar Doktor. Djohar Arifin juga memiliki bekal ilmu olahraga yang resmi dan mumpuni, sebagai tambahan kemampuan teknis bagi reputasinya yang juga seorang mantan pesepakbola. Dengan modal ini saya berangan-angan menemukan sebuah bangunan organisasi sepakbola nasional yang memiliki akuntabilitas dan reliabilitas yang tinggi. Sumber daya manusia pada diri Djohar Arifin sangat menjanjikan guna menciptakan capacity-building yang kuat pada tubuh PSSI.

PEMBERHENTIAN ALFRED RIEDL

Namun,

Belum genap satu bulan menjabat, Djohar Arifin memuat keputusan yang mengejutkan saya -- namun terserah bagi saudara-saudara yang tidak terkejut, yakni memberhentikan Alfred Riedl dari jabatan Pelatih Kepala Tim Nasional Indonesia.

Mengejutkan karena pemberhentian dilakukan di tengah persiapan timnas menghadapi Pra Piala Dunia 2014. Tim mapan sekalipun akan berpikir ulang untuk memberhentikan pelatih. Keputusan ini sangat berani dan mengundang tanya. Terutama bagi pihak yang menilai positif hasil kerja Alfred Riedl dari segi permainan dan motivasi, bukan hasil semata.

Kabar pertama yang saya peroleh menyebutkan bahwa penunjukan Riedl selaku Pelatih Kepala Timnas Indonesia dianggap "cacat kontrak" karena ia ditengarai mengadakan kontrak dengan Nirwan Bakrie, bukan dengan PSSI. Dari sinilah saya mulai bertanya-tanya, kemudian menyusun sebuah hipotesis "Riedl didepak karena ia adalah 'produk' PSSI era Nurdin Halid." Sebagai penggantinya, PSSI menunjuk Wim Rijsbergen, pelatih PSM Makassar. Nah, klub PSM adalah anggota Liga Primer Indonesia (LPI). Di sini, bukan suatu masalah karena yang penting berguna bagi tim. Akan tetapi, faktor LPI sangat signifikan karena Nurdin Halid & Rekan identik dengan penolak gagasan LPI. Saya menganggap PSSI era Djohar Arifin sedang berusaha melakukan aksi "pembersihan dan cuci gudang" terhadap orang-orang yang dianggap berada pada pihak Nurdin Halid. Djohar Arifin sepertinya ingin melakukannya sebagai salah satu bentuk "brainwashing" PSSI agar tidak ingat lagi dengan sosok Nurdin Halid dan tidak menyisakan "duri dalam daging".

Sangat pekat kiranya unsur eksternal mempengaruhi PSSI. Meskipun telah berulang kali muncul penjelasan bahwa sepakbola tidak terlibat dalam urusan politik, namun fakta itu menunjukkan hal yang membuat saya sulit untuk memisahkan antara sepakbola dan politik. Dari asumsi ini saya menganggap bahwa Ketua Umum PSSI berperan sebagai "hub" antara sepakbola dan pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga, organisasi PSSI menjadi semacam lingkaran tempat perilaku dan sikap "balas dendam" terhadap masa lalu berkumpul. Semoga asumsi saya ini salah karena jika benar maka sepakbola Indonesia boleh dianggap masih dalam zaman kebodohan.

PENCERDASAN SEPAKBOLA INDONESIA

Sepengetahuan saya Djohar Arifin adalah seorang teknokrat, seorang akademisi; adalah modal besar bagi sepakbola Indonesia. Beliau juga pernah terlibat langsung di dalam kegiatan sepakbola nasional. Secara pribadi, tanpa mempedulikan determinan "pengganggu", Djohar Arifin adalah orang yang tepat menakhodai bahtera sepakbola Indonesia yang sedang diterpa ombak besar. PSSI berpeluang untuk beliau bawa menuju era pencerdasan: pencerdasan organisasi, pencerdasan teknis, pencerdasan sumber daya manusia, dan pencerdasan sikap.

Pencerdasan organisasi meliputi penyusunan struktur organisasi berbasis kompetensi dan akuntabilitas. Di dalam organ PSSI harus terdapat orang-orang yang ahli di dalam membuat keputusan strategis maupun taktis dengan memperhatikan "rules of the game" dunia sepakbola. Pencerdasan teknis meliputi pengokohan sepakbola dengan orang-orang yang berkualitas. Sebagai contoh, perekrutan pemain nasional yang benar-benar mampu secara teknis dan mental, menyadari akan pentingnya keberadaan mereka bagi tim nasional, dan mengedepankan pengabdian setiap kali bermain membela tim nasional Indonesia. Pencerdasan SDM meliputi penyeimbangan IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient), baik pada diri pengurus, ofisial, maupun pemain. Pencerdasan sikap meliputi pelembagaan sikap yang sportif, "fair play", dan sadar bahwa sepakbola adalah permainan. Mengutip pernyataan Dr. Theo Zwanziger, Presiden Deutscher Fussball Bund (DFB – Persatuan Sepakbola Jerman) (2011), bahwa menang atau kalah itu sama saja di dalam sepakbola; sama berartinya. Sikap ini terkhusus harus dibiasakan pada diri suporter dan media. Dua pihak inilah yang sering "memanaskan suasana", tanpa memberikan penghargaan yang semestinya kepada perjuangan pemain di lapangan.

PSSI dalam kemudi Djohar Arifin harus memiliki ciri khas yang membedakannya dari kepengurusan-kepengurusan terdahulu. Akan tetapi, setiap langkah yang diambil hendaknya "berbasis pada sains dan bukti", bukan "berbasis pada kepentingan". Artinya, setiap kebijakan harus diambil setelah mengadakan riset dan analisis terlebih dahulu, bukan berdasarkan faktor “likes and dislikes” (D. Start & I. Hovland, 2004)

Sebagai teknokrat beliau harus mempercayai bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak. Seorang akademisi selayaknya bersikap terbuka dan menempatkan diri sebagai "Perfect Gentleman", bukan seorang "Mr. Ego”. Kita belum mengetahui kualitas yang sebenarnya dari Bapak Djohar Arifin. Saya pribadi baru mengetahui kapasitas beliau sejauh "Agenda pengalihtugasan pelatih nasional dari Alfred Riedl ke Wim Rijsbergen". Saya mengamati kepulan kabut politik yang menghalangi jarak pandang saya pada sebuah landmark terkenal bernama Estadio Maracana. Mohon maaf, jika saya sepakat dengan pernyataan Herr Riedl mengenai "Football Political Decision (FPD)". Saya sangat ketakutan bahwa FPD benar-benar terjadi sehingga menghambat persiapan PPD (Pra Piala Dunia).

EPILOG

Kiranya Bapak Djohar Arifin tidak ingin menyia-nyiakan potensi yang ada pada diri yang selama ini memberikan kontribusi bagi beliau untuk berperan bagi pembangunan sepakbola nasional. Akankah semua atribut itu sekedar berfungsi untuk menjadi “kendaraan” menuju kursi Ketua Umum PSSI, ataukah menjadi “kerangka dasar” pembangunan sepakbola nasional? Hanya Djohar Arifin lah yang mampu menjawabnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun