Sampai suatu hari, saya melihat mata Mbak Ik bengkak, hitam memerah di sekelingnya. Saya tak berani bertanya. Namun dengar-dengar dia baru saja bertengkar hebat dengan suaminya dan matanya kena tonjok. Usut punya usut, Mbak Ik baru saja memergoki suaminya selingkuh dengan perempuan muda yang pantas menjadi adiknya. Memang sejak lama, Mbak Ik sebenarnya sudah curiga suaminya serong dengan tetangga kontrakannya itu. Tak urung rasa penasaran membuatnya membuntuti suaminya yang katanya pamit kerja. Dan, benar saja di pojokan desa, suaminya berkencan dengan perempuan itu. Tak sampai di situ, setelah kepergok selingkuh, keluarga si perempuan tidak terima. Suami Mbak Ik dilaporkan ke polisi dengan dugaan pemerkosaan. Ancamannya jelas penjara. Namun rupanya hukum pun bisa didamaikan asal ada uang pengganti sebesar 15 juta.
Pusing Mbak Ik memikirkan polah suaminya. Teman-temannya memberikan dukungan kepada Mbak Ik, menasehatinya agar membiarkan saja suaminya masuk penjara agar menjadi pelajaran. Duit sebesar itu lebih baik dipakai untuk modal usaha. Ah, tapi Mbak Ik masih cinta pada suaminya. Sementara teman-temanya sudah gemes melihat keputusan yang dipilih Mbak Ik. Toh, Mbak Ik bisa nyari uang sendiri tanpa suaminya itu, demikian teman-temannya menyemangatinya. Namun, cinta memang mahal harganya. Maka berbekal belas kasih demi menyelamatkan suaminya dari penjara dia pun berhutang ke sana ke mari. Tak ayal, semua simpanan dan sedikit harta benda yang berhasil dia kumpulkan terpaksa harus digadaikan. Mau bagaimana lagi.
Sementara itu, dia masih harus mengobati tangis di hatinya. Kadang masih harus tampil ceria di hadapan para pembeli di warungnya. Oh, meski suaminya sudah bersumpah tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, faktanya suaminya sudah menyakitinya. Hati kecilnya tidak ingin mempercayai suaminya itu lagi tapi beban yang harus dia tanggung terlalu berat. Seandainya dia memilih berpisah dengan suaminya dia belum siap dicap sebagai janda. Belum lagi dia tidak ingin anaknya punya bapak narapidana. Terlebih hidup tanpa pasangan di perantauan resikonya juga cukup tinggi. Seperti terjebak dalam lingkaran setan, Mbak Ik pun menerima suaminya, laki-laki yang telah menyakitinya. Mungkin, Mbak Ik berharap keadaan akan berubah. Entahlah. Saya pun tidak bisa membantu, hanya sesekali membeli makanan kecil di warungnya dan menanyakan keadaannya. Semoga engkau kuat, Mbak Ik..