Beberapa saat lalu, dalam sebuah pelatihan kami diminta untuk bermain peran. Kami berasal dari berbagai suku bangsa dan dikelompokkan secara acak. Kebetulan saya satu tim dengan orang Jawa dan Aceh. Kami diberi kertas tugas yang isinya skenario permainan. Saya dan pasangan saya yang berasal dari Aceh memerankan suami istri yang sedang berkonflik. Saya merasa betul-betul menjiwai peran itu. Kami seperti benar-benar bermusuhan. Anehnya, perasaan benci kepada pasangan saya itu serasa muncul perlahan. Melihat mimik mukanya, gestur tubuhnya, ucapan-ucapannya dan pandangan-pandangannya terhadap saya sebagai pasangannya. Benar, saya akhirnya betul-betul membenci pasangan saya. Itu bisa terlihat dari ucapan-ucapan saya yang mulai asal-asalan, misuh dan gampang menuduh. Bukti itu didukung dengan gerak tubuh saya yang mulai menjauh dari tubuhnya dan tidak mau diajak bersalaman. Beruntungnya, tangan saya tidak bergerak maju, menampar mulutnya misalnya.