Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Tuan Putri dalam Cerita

31 Agustus 2012   15:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:05 144 0
“Tuan Putri…, Paman matahari sudah datang tuuh…!”

Anak 5 tahun itu menggeliat lalu berlari menuju taman di depan istananya.“Selamat pagi paman matahariii…” teriak anak itu sambil memperlihatkan barisan giginya yang tak rapi pada langit. Dia tak peduli dengan pakaian juga rambutnya yang masih berantakan. Ah, dasar anak-anak, sepertinya memang tak pernah peduli dengan penampilan.

“Cuci dulu mukamu, sana… !“

“Mmh!” anak itu mengangguk lalu berlari menyentuh air kemudian duduk di samping laki-laki kurus. Menikmati roti coklat, sebuah sarapan pagi.

“Hari ini, ayah akan membawa kejutan buatmu!”

Mata anak itu berubah kejora.

“Semangat!” mereka mengepalkan tangan lalu tersenyum. Lagi-lagi anak itu memperlihatkan barisan giginya yang tak rapi.

Punggung laki-laki itu menjauh ditemani harapan sang putri.

***

Detik berganti menit dan berubah jam. Matahari mulai meninggi.

Detik kembali berganti menit dan berubah jam. Matahari mulai menguap.

“Aku ngantuk, Tuan Putri…” kata matahari kemudian tertidur. Sementara sang putri, ia masih berdiri di taman, menatap bayangan yang kian mendekat tergesa.

“Maaf, ayah terlambat!”

Sang Putri masih cemberut.

“Hei, lihat ini!”

Ah, ternyata tidak sulit mengukir lengkung pelangi di wajahnya yang mungil. Laki-laki itu hanya tersenyum melihat mulut sang putri yang penuh dengan remah ayam goreng krispi ditemani angin yang kian dingin.

“Cepat masuk, sana. Tidur…!“

Sang putri lelap dalam istananya. Diselimuti purnama juga lautan bintang yang memenuhi angkasa malam kala itu.

Semakin larut. Malam kian bergulir berganti hari. Bintang juga rembulan itu kini mulai bersembunyi melihat matahari yang sudah tersenyum kembali di ujung timur. Cepat sekali matahari terbangun.

“Tuan Putri, paman matahari sudah datang tuuh…!”

Senyap. Laki-laki itu hanya mendengar angin yang berbisik.

“Hei Tuan Putri, ayo banguun…!”

Masih senyap.

“Putriku!”

Lirih. Mata laki-laki itu basah melihat putri kecilnya menggigil. Meringkuk di dalam istana mungilnya; sebuah gerobak sampah di depan taman kota.

-Teita Futsufeita-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun