berdua.
Kubiarkan kau memiliki jendela,
aku punya tembok
'tuk menatap hatiku yang terdalam.
Kini tiada lagi yang membiarkan
punggung dingin diselimuti pelukan,
sedang angin malam menusuk dadamu, mencengkram tengkupku.
Kita dunia yang saling menatap cermin masing-masing.
Kau menatap dirimu,
ada seorang pujangga yang dahulu menyisipkan kembang di cuping ayu.
Dia menjahit sayap untukmu
dan kau terbang bersamanya ke taman bunga.
Sedangkan aku berziarah ke dalam kegelapan yang pekat. Pelabuhan yang sunyi. Mengenang gadis manis yang bertelanjang keperakan disiram bulan biru.
   Duhai, siapa yang dapat menghentikan kebebasan manusia yang hidupnya dikutuk pilihan dan tanggung jawab?
Tentu saja langit luas di balik keranda,
sayap yang kelelahan, dan tumbang.
Adat serta istiadat.
Orang mengatakan konon,
cinta dapat tumbuh di tanah yang kering
beri saja waktu, cinta itu mampu berbunga merah jambu.
Namun pengalaman tidur bersamamu
seperti meniduri adikku sendiri.
Wajo, Juni.