Nama Jalan Warung Buncit telah berganti menjadi Jalan Hj. Tutty Alawiyah. Perubahan tersebut mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 565 Tahun 2022.
Alasan penggantian nama menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dilakukan sebagai penghormatan terhadap tokoh betawi yang berkontribusi bagi Jakarta dan Indonesia.
Apalagi seperti kita ketahui Tutty sendiri merupakan sosok ulama sekaligus perempuan Betawi yang hebat. Ia aktif sebagai politisi dan aktivis muslim.
Ia juga sempat menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1998-1999) dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR (1992-2004). Bahkan Tutty sempat aktif dalam International Muslim Women Union (IMWU), yakni organisasi muslimah internasional dengan anggota yang berasal dari 88 negara dan berpusat di Sudan, Afrika Utara.
Melihat profil tersebut, tak heran jika Anies menaruh nama Tutty sebagai salah satu nama jalan di Jakarta.
Jauh sebelum itu, sebetulnya nama Jalan Warung Buncit pernah mau diganti menjadi Jalan Jenderal Dr A.H. Nasution. Akan tetapi usulan tersebut ditolak oleh warga keturunan Betawi. Mengapa demikian?
Sesungguhnya nama Jalan Warung Buncit sarat akan sejarah bagi masyarakat Betawi. Sebenarnya ada tiga versi catatan sejarah.
Pertama adalah lewat buku Robinhood Betawi karya Alwi Shihab, diterangkan bahwa Jalan Warung Buncit merupakan tempat bertemunya masyarakat Betawi dan Tionghoa.
Meski berbeda etnis, keduanya saling hidup rukun. Hingga era 1960-an, kawasan tersebut diramaikan oleh para pedagang Tionghoa yang menjajakan bahan pokok.
Nah, nama Warung Buncit itu sebenarnya berasal dari julukan salah satu pedagang Tionghoa tadi. Sebab ia memiliki perut buncit.
Warungnya sendiri terletak di antara Jalan Mampang Prapatan XIV dan XIII yang kini menjadi bangunan Yayasan Madrasah Sa'adutdarain. Catatan kedua ada dalam buku 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe karya Zaenuddin HM.
Disitu tertulis bahwa nama Jalan Warung Buncit bukan berasal dari julukan. Melainkan nama pemilik warung berwarga Tionghoa, yakni Tan Boen Tjit.
Ditambahkan oleh sejarawan JJ Rizal, Tan Boen Tjit adalah pemilik warung yang murah hati terhadap warga pribumi. Maka itu, sebagai bentuk penghargaan warga disana menyematkan namanya sebagai nama jalan.
Sementara versi ketiga diceritakan oleh budayawan Betawi Kita, Yahya Andi Saputra. Katanya nama Warung Buncit berasal dari bahasa betawi arkais (kuno).
Kata 'warung' adalah tempat istirahat atau tempat atur strategi dan 'buncit' berarti yang paling belakang. Jadi maksudnya 'warung buncit' adalah tempat paling belakang untuk konsentrasi pasukan dalam pengepungan kastil Batavia.
Dengan catatan fakta sejarah tadi apa yang dilakukan Anies adalah bentuk pembelokan sejarah yang Dengan sengaja dilakukan untuk tujuan Politis menyenangkan segelintir pihak tertentu Dan menyengsarakan mayoritas masyarakat sekitarnya.
Alangkah bijaknya bila Anies mencari tahu lebih dulu latar belakang dibalik nama Jalan Warung Buncit itu sendiri. Terlebih bila kita berkaca dari catatan sejarah yang kedua, terbersit kisah harmonisasi antar etnis didalamnya.
Tan Boen Tjit memang bukan sosok pahlawan. Akan tetapi berkat sikapnya yang tidak memandang ras, terciptalah keakraban, kerukunan, dan sikap mau bertoleransi dengan sesama.
Oleh karena itu, sebaiknya Anies berhati-hati dalam mengganti nama jalan. Jangan sampai menghapus bahkan merusak sejarah yang ada.
Terlepas dari soal sejarah, ada perkara penting lain yang perlu Anies ketahui terkait perubahan nama jalan tersebut. Yakni membuat masyarakat sengsara.
Kenapa begitu? Jelas hal itu membuat KTP (Kartu Tanda Penduduk) masyarakat yang berlokasi di Jalan Warung Buncit harus berubah.
Begitu pula soal SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) bahkan surat-surat lainnya. Bayangkan berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk mengurus sesuatu yang sama sekali tidak ada faedah dan tidak ada gunanya.
Yang ada hanyalah menyusahkan masyarakat. Apakah Anies tidak ada kerjaan yang bisa diprioritaskan dan menguntungkan masyarakat?
Tolong jangan bisanya membuat kerjaan mubazir dan menyengsarakan rakyat. Contoh lainnya soal keluar biaya-biaya untuk proyek mubazir, membuat lubang-lubang resapan yang malah menyebabkan jalan rusak.
Hal itu menimbulkan bahaya untuk masyarakat. Bisa kejeblos lubang akibat pekerjaannya yang tidak benar dan sama sekali tidak ada faedahnya.
Dan banyak lagi proyek yang dilakukan Anies yang sama sekali tidak ada faedahnya. Serta menghambur-hamburkan anggaran.