Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Ambisi, Obsesi, Impian: Keliru Budaya atau Keliru Bahasa?

2 Januari 2013   04:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39 3995 0
Umumnya orang Indonesia paling alergi jika ditanyakan mengenai ambisi mereka. Ketika saya memberikan kuliah umum Strategic Management di Kelas S2 sebuah Universitas beberapa waktu yang lalu, saya bertanya kepada 2 orang mahasiswa yang juga Entrepreneur UKM, apa ambisi mereka atas perusahaan yang mereka miliki dalam 5 tahun mendatang. “Boro-boro ambisi, bu, bayar karyawan saja masih berdarah-darah”, jawab salah seorang diantaranya sambil tertawa-tawa, menghindari keseriusan dalam menjawab pertanyaaan saya. Yang kedua malah hanya menyeringai, lelet berpikir.

Delapan dari sepuluh kandidat Manager yang pernah saya interview dalam proses rekrutmen selalu gelagapan jika saya tanyakan apa ambisi pribadi mereka dalam 5 tahun mendatang. Apalagi jika bahasa Inggris mereka amburadul, lebih double lah enggak mudengnya akan makna kata “ambisi” yang berasal dari bahasa Inggris “ambition” itu. Biasanya mereka akan menjawab sambil cengengesan: “Saya tidak punya ambisi yang muluk-muluk, jadi go with the flow saja”. Rasanya kepingin saya jewer kupingnya. Terasa sekali resistensi atas pertanyaan itu. Jika si kandidat kelihatan cerdas dan asertif, saya dengan suka rela akan menerangkan makna kata “ambisi” dan mengkuliahinya sedikit dengan encouragement bahwa setiap orang apalagi seorang manager profesional harus punya komponen ambisi dalam benak mereka. Kalau kandidat yang saya interview kelihatannya klemar-klemer, biasanya langsung saya eliminir saja dari list interview saya. Klemar-klemer dan tidak punya ambisi adalah sebuah kombinasi yang teramat buruk bagi seorang manager profesional. Seorang manager yang hebat harus selalu memiliki ambisi-ambisi untuk mencapai target yang ditetapkan atasannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun