Syarat untuk selalu menyesuaikan diri adalah adanya proses belajar yang terus menerus, dan semua orang dalam organisasi adalah manusia-manusia pembelajar. Bank Syariah saat ini tengah berupaya memperluas jangkauan untuk juga membiayai sektor infrastruktur, manufaktur dan properti. Namun di satu sisi ratio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing, atau NPF) Perbankan Syariah dari data publikasi Bank Indonesia pada akhir Mei 2007 berada pada 6,17% atau senilai Rp.1, 353 triliun dari total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp.21,92 triliun (Republika,29 Juli 20027:24).
Total pembiayaan Perbankan Syariah tersebar pada (posisi Mei 2007): a) Konstruksi Rp. 1,741 triliun (7,94%);b) Pertambangan & Industri Rp. 301, 711 miliar (1,38%); c) Listrik, gas, air Rp. 8, 691 miliar (0,04%): d) Lainnya, tersebar pada: pertanian, perdagangan, restoran, hotel, transportasi dan jasa dunia usaha
Mulya Siregar dari DPbsBI, menjelaskan bahwa cukup tingginya NPF Bank Syariah, antara lain disebabkan:
- Perbankan Syariah tengah menjajagi sejumlah sektor pembiayaan baru. Sektor baru tersebut dikenal sebagai sektor korporasi, diantaranya mencakup pembiayaan manufaktur, infrastruktur dan properti .
- Di sisi akad, Perbankan Syariah tengah meningkatkan pembiayaan dengan akad non murabahah (non jual beli), seperti mudharabah atau bagi hasil.
- Sebelumnya Perbankan Syariah hanya melaksanakan pembiayaan non korporasi dan saat itu NPF paling tinggi berada pada level 4,2 -4,3 %. Pola pengembangan bisnis model lama kurang optimal dalam perkembangan industri Perbankan Syariah. Oleh karena itu Perbankan Syariah masih belajar, dan ini yang membuat NPF meningkat. Dan ini harus dilalui, agar kedepan Perbankan Syariah memperoleh pengalaman yang lebih baik.