Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sepotong Kayu

16 Oktober 2014   19:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:46 65 0
Kalimat demi kalimat

santun, lembut, meneduhkan jiwa

Sungguh indah sekali
begitu halus, lembut menyejukkan jiwa
menghidupkan hati yang kering dan gersang
begitu lembutnya
bagai nyangi swargaloka

kidung pengantar tidur

atau

begitu kemilau seperti
tetesan embun surga yang menetes di pagi hari
seperti hujan di musim kemarau

semoga siapapun kita
ikut hanyut dalam kelembutan kasih sayang

menulisi keindahana yang sudah ada

semoga hanya menambah butiran keindahan
tanpa mengurangi makna yang sudah terkandung di dalamnya

Siklus jiwa atau siklus takdir

takdir bagi diri sendiri seumpama sebuah "siklus"

Siklus ini bagi setiap diri kadangkala menyakitkan ibarat pisau atau belati atau pisau pahat.

Jiwa kita ibarat Batang kayu yang tengah diukir dan disempurnakan oleh pemahat yang akhli.
Setiap tusukan pisau dan potongan serta irisan pisau takdir itu selalu menyakitkan bagi jiwa

Batang yang yang dipahat dan disempurnakan hanya akan menyenangkan
TENTUNYA Menyenangkan sang pemahat

dan menyenangkan mereka yang melihatnya, menikmati hasil karya sang PEMAHAT

Ikut, nurut, patuh dalam setiap tusukan dan irisan pisau pahat ini
BIARKAN TUHAN MENYEMPURNAKAN JIWA KITA MENURUT RENCANANYA

Lalu coba amati saja
Apakah orang lain akan mulai melihat keindahan hasil pahatan Tuhan

Terus dan terus amati

Bukan indah menurut pendapat diri sendiri
Tetapi orang lain yang akan merasakan keindahan hasil ukiran Tuhan dalam jiwa kita

Atau contoh lain seperti seekor anjing kecil
Yang tengah diperindah, digunting kukunya, rambutnya dan lain-lain
Bila nurut maka hasilnya mudah, dan indah tentunya
Namun bila bandel dan berontak, justru akan menyakitkan

Demikian siklus takdir

Bisa juga dengan sebuah permisalan lain
Takdir adalah seumpama Tuhan sedang menyulam jiwa kita
jiwa yang seumpama kain putih
tengah disulam dengan benang warna-warni dari langit
ada merah, putih, biru beraneka warna

ada senang sedih gembira bahagia derita

dilihat dari bawah maka yang nampak hanyalah
untaian benang beraneka warna

dan tusukan jarum keluar masuk menembus kain
jarum takdir yang setiap saat menusuki jiwa

dengan rasa sakit, dengan gembira dan berbagai warna rasa

kita tak pernah melihat lukisan jiwa kita
sampai kita mau naik kelangit
dan melihat lukisan di kain putih jiwa
mungkin Tuhan tengah membuat lukisan yang indah
lukisan yang menyenangkan Tuhan saat melihatnya
mungkin juga menyenangkan orang lain

namun seringkali kita tak pernah mau naik ke langit
tak mampu naik ke langit “MEMBACA RENCANA TUHAN”.

maka bila kita tak mau duduk bersama pemahat
dan lihat hasil kerja sang pemahat dan bertanya apa rencana yang di buatnya
dan kita hanya menjadi kayu yang dipotong, ditusuk dan dipahat
sungguh betapa sakitnya tusukan pisau pahat
dipotong diukir, dicacah, ditusuk
setiap tusukan adalah kesakitan demi kesakitan, terluka dan berdarah-darah
demikianlah tusukan takdir pisau yang memahat jiwa kita

sulit diceritakan betapa sakitnya, tak terkira, tak terbayangkan
namun bila mampu duduk dekat sang pemahat serta melihat cara kerja pemahat serta tahu rencana pemahat
maka sungguh betapa indah kerja sang pemahat

dan juga bila kita tak mampu naik ke langit melihat
lukisan apa yang tengah disulam Tuhan pada jiwa kita
dan kita tak pernah bertanya kepada Tuhan apa rencanaNya

(mungkinkah?...dan bagaimana caranya?)

kita bahkan tak pernah perduli
maka demikianlah: takdir adalah sakitnya menerima tusukan jarum Tuhan

Bagaimana bila balok kayu berontak dan tidak terima dipahat?
Bila hasilnya buruk, dan sang pemahat kecewa
dan menganggap produk pahatan kali ini gagal
dan tidak bisa disempurnakan
maka bersiaplah sang balok kayu menjadi kayu bakar

demikian pula dengan kain sulam
bila produk tersebut gagal dan tidak bisa diperbaiki
maka bersiaplah untuk di “daur ulang”
dalam proses menjadi kain lap atau dibuang

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun