Terima kasih, terima kasih, sekali lagi terima, kasih. Sebab barangkali kelak, receh-receh itu akan berganti rupa dalam wajah baru, di lembar-lembar sejarah yang telah kita ukirkan, kekasih. Dan barangkali receh-receh itu pun tak lagi cukup menjadi nilai untuk menggantikannya.
Terima kasih, terima kasih, sekali lagi terima, kasih. Dan barangkali kau memang benar adanya, di mana puisi itu bukan harga mati. Dan barangkali pula ia pun tak mati-mati meski kerapkali orang-orang mencoba mematikannya. Dan aku memang beruntung, sebab kau masih setia menemani. Setidaknya dalam cinta dan rindu yang kau bisikkan ketika aku ngamen puisi. Terima kasih.
Bintaro, 09 November 2012