Keindahan filosofi hukum kerap kali tersembunyi di balik misteri yang akan selalu membelenggu umat manusia. Aturan-aturan, sanksi, pelanggaran dan pembelaan mendadak menumbuhkan labirin di hamparan batu jalan yang lurus. Beban mutlak penghindaran dosa dan pelaku kejahatan terasa berat pada diri pejalan yang selalu bersumpah untuk melangkah demi mencapai "jalan yang benar".
Kebanyakan orang menganggap elemen logika sebagai kunci pembongkar tabir rahasia jalan lurus. Padahal batu demi batu yang membentuknya bercerita tentang kebijaksanaan dan refleksi diri. Apapun nama mistis yang disemat pada aturan yang dibuat, rintangan yang di hadapi manusia dalam mencari keadilan selalu dimulai dan diakhiri dengan pertarungan batin diri masing-masing. Sang "api spirit" menopang tekad meluruskan prinsip, tetapi ledakan "napas nafsu" sering menghancurkan semua kepekaan terhadap keindahan etika tradisional yang selama itu dibangun dengan sabar.
Harapan akan keadilan mutlak mendorong manusia menjadi instingtif dalam bersikap dan berpikir. Ironisnya semakin intens "jalan lurus" dicari, titik temu antara ego dengan etika menjadi sulit karena esensi kemanusiaan mulai runtuh oleh labirin hukum yang diciptakan oleh logika manusia sepihak. Seperti layaknya sebuah mimpi, dilema jalan lurus akan terus menghantui aspek moral manusia, hingga suatu saat, ia terbangun dan menemukan keadilan melalui belas kasihan bukan logika.