"Ada apa, bang? Mau rokok?" Salah satu diantara mereka yang mengenakan kaos biru dan berambut runcing menyodorkan bungkus rokok pada Rainer.
Rainer menolaknya dengan isyarat tangan.
"Lantas kenapa kau menghampiri kami?" tanya salah seorang lagi. Rambutnya gondrong dan dikuncir. Kumis panjang nampak menghiasi wajahnya.
"Kalian tahu siapa itu Greatman?" tanya Rainer.
Semua yang ada disana mendelik lalu saling pandang.
"Memangnya kenapa, bang?" tanya si gondrong berkumis.
"Aku ingin berduel dengannya!"
Sontak kata-kata Rainer membuat mereka mendelik dan saling pandang lagi.
"Lebih baik kau urungkan niatmu. Kau tidak akan menang!" kata salah satu diantara mereka yang berambut merah.
"Kenapa kau bisa bilang begitu?" Rainer kembali bertanya.
Si rambut merah menghembuskan asap rokoknya. "Disini tak ada yang mampu melawannya. Kira-kira ada 10 orang yang menantangnya, dan semuanya kalah."
"Tidak! Kudengar 50!" kata si gondrong berkumis.
"Salah! Kudengar 100!" bantah si jabrik kaos biru. "Dan semuanya koma di Rumah Sakit.
"Masa iya?! Itu berlebihan!" sambar si gondrong kumis.
"Itu fakta. Kau mau membantah bagaimana?!" Si jabrik kaos biru menyanggah.
Tiba-tiba orang-orang itu terdiam. Mereka yang melihat ke belakang Rainer langsung cemas dan akhirnya lari ketakutan. Merasa penasaran, Rainer pun berbalik ke belakang. Disana ternyata ada seseorang berbadan tinggi besar mengenakan sweater hitam dengan kupluk menutupi kepalanya.
"Greatman kah?" gumam Rainer.
Orang berbadan besar itu tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya berlalu begitu saja meninggalkan Rainer.
---
Atap kampus...
"Jadi benar, pria itu teman masa kecilmu?" tanya Cantika pada Diva yang duduk bersebelahan dengannya di sebuah sofa yang nampak agak usang, lengkap dengan coret-coretan.
Diva mengangguk. "Kulihat dari foto yang beredar memang dia."
"Kuharap kau jangan menahanku! Aku ingin dia membayar atas perbuatannya!" balas Cantika.
"OY, ONE HIT!!!"
Suara itu membuat Cantika dan Diva menengok ke belakang dan Cantika langsung berdiri. Dilihatnya dua orang berjaket merah lambang 'tank' tengah berjalan ke arahnya. Satu berkulit hitam dan berambut gimbal yang diikat bagian belakangnya, lalu yang satu lagi memakai topi koboi dan berkulit putih. Badan mereka berdua besar dan kekar.
"Apa mau kalian?" tanya Cantika.
"Aku ingin puncaknya Futuran! Jika aku mengalahkanmu, namaku akan terpajang di atap kampus yang paling terhormat ini dan kampus ini akan jadi milik 'Tank Berdarah'!" kata si rambut gimbal.
"Kalau begitu, buktikan!" Cantika mengibas-ngibaskan tangannya, menantang mereka untuk menyerangnya.
Si gimbal yang sudah dekat dengan Cantika langsung mengepal kedua tangannya kuat-kuat, sebelum akhirnya melayangkan sebuah tinjuan ke wajah Cantika. Tapi Cantika cuma menghindar tipis ke kiri. Masih belum puas, si gimbal melesatkan tinju satunya lagi. Tapi, Cantika kembali mengelak tipis, kali ini ke kanan.
"Keparat!! Jika aku menang, akan kuremas dadamu!" Si gimbal segera melakukan tinju cepat berkali-kali yang sayangnya semua mampu dihindari Cantika dengan mudah.
"Giliranku." Cantika pun meninju perut si gimbal yang membuat pemuda itu melesat jauh ke belakang dan menubruk pagar sampai pagar tersebut hancur.
"Sialan kau wanita jalang!" Kali ini, giliran si topi koboi. Ia berlari, melompat, kemudian meluncurkan pukulan ke arah kepala Cantika.
Namun, Cantika mampu menghindarinya dengan enteng, sebelum kemudian ketika si topi koboi mendarat, wajahnya dihantam oleh tinju Cantika hingga pemuda itu terlempar jauh ke samping dan menubruk tembok hingga retak.
"Mulai sekarang, kalian menjadi anak buahku. Jika menolak, jangan harap bisa kuliah disini dengan tenang," ucap tegas Cantika. Ia lalu pergi, diikuti oleh Diva di belakangnya.