"Rainer Dzulfiqar, kan?" kata orang tersebut. Orang tersebut adalah pria berjaket jeans dengan rambut keribo.
"Darimana kau tahu namaku?" tanya Rainer datar.
"Dari salah satu dosen dan beberapa informasi kudapat dari beberapa orang disini," jawab si keribo. "Kau punya nyali juga ya berani mengganti nama One Hit di atap kampus."
Dahi Rainer mengernyit. "Ternyata mendapatkan info disini begitu mudah."
Si keribo tertawa. "Memangnya kenapa kau melakukan itu?"
"Ingin menjadi yang terkuat disini."
Si keribo tertawa lagi. "Tapi, aku puji kekuatanmu ketika melawan Preman Faust. Jika kau ingin menjadi yang terkuat, ayo ikut aku!" Ia kemudian melangkah pergi. Rainer mengikutinya dari belakang.
Si keribo yang memperkenalkan dirinya pada Rainer di tengah perjalanan membawa Rainer ke suatu tempat di Futuran, yang mana tempat tersebut merupakan kolam tempat anak-anak Futuran biasanya nongkrong, merokok, mabuk-mabukan, dan main perempuan. Tempat tersebut tak kalah kotornya dengan gedung kampus. Kotor dengan coret-coretan. Nama si keribo adalah 'Beni'. Beni mengenalkan Rainer pada kedua temannya, yang satu bertopi hitam dengan rambut ikal bernama 'Doddy' dan yang satu bermata sipit dengan rambut mohak bernama 'Made'.
"Selamat datang di tim terkecil Futuran," ucap Beni. "Jika dipikir, aksimu melawan Preman Faust lumayan juga. Kami banyak berharap darimu, Rai!"
"Berharap apa?" tanya Rainer.
Beni membakar sebatang rokok. "Kau menguasai Futuran dan tak melupakan kami," katanya setelah menghembuskan asap rokok.
"Ha?" Rainer nampak bingung.
"Mulai hari ini kau teman kami," ucap Beni. Ia lalu mengeluarkan kertas dengan beberapa tulisan dan angka lalu menunjukkannya pada Rainer. "Rangking Kekuatan Futuran."
Rainer langsung mengambilnya dan pergi, tanpa peduli dengan teman-teman barunya yang mencoba mencegah kepergiannya.
"Orang yang susah dimengerti." Beni menggeleng. Kemudian ia duduk di pinggir kolam sambil melihat kedua temannya yang main catur setelah mencegah kepergian Rainer.
"Hari ini Rangking Kekuatan diperbarui lagi," kata Beni.
"Siapa saja yang masuk sekarang?" tanya Made setelah menempatkan bidak catur yang berupa 'benteng' ke kolom putih papan catur.
"Oke, aku sebutkan sekarang. Di nomor 5 ada Abdurochman, pesumo yang badannya hampir setara gajah, ketua Squadrion. Dia baru masuk, tapi masih peringkat bawah dan kekuatannya cuma 30."
"Apa yang spesial dari dia?" tanya Doddy.
"Tidak ada. Tapi, dia masih layak lah disebuat orang paling kuat, itu kata anak-anak kampus," jawab Beni.
"Lalu, siapa nomor 4?" tanya Made sambil mencomot snack bola keju di atas piring bening.
"Fauzi Ilham. Dia ketua Benteng Baja. Kekuatannya standar, 50. Ditaruh di posisi 4 karena dia berhasil membuat babak belur salah satu anggota Ironman," kata Beni sembari mengambil snack bola keju di tempat Made mengambil tadi.
Made dan Doddy terlihat sangat terkejut. "Hebat sekali!!!" seru mereka berbarengan.
"Kemudian di nomor 3??" Made penasaran.
Beni kembali melanjutkan. "Ada Syahdan Rozi. Orang-orang memanggilnya 'Sedan'. Dia adalah ahli kungfu yang paling tenang dan ketua Geng Cobra. Dan sebenarnya, dia itu orang jenius yang sebetulnya tidak layak kuliah di kampus untuk orang-orang bodoh macam Futuran ini. Kekuatannya 75."
"Lalu nomor 2?" tanya Doddy.
"Ketua geng Jagoan Sengklek, Jody Indrajaya. Mau berapa kali pun terkena pukulan, dia selalu bangkit kembali seperti 'zombie'. Orang-orang memanggi Zozo."
"Terus siapa nih nomor 1??" tanya Made sambil menjalankan salah satu bidak caturnya.
"Dia yang tak pernah tergeser. Orang yang memiliki banyak legenda. Ratu segala keganasan. Ketua geng Ironman. Siapa lagi kalau bukan si One Hit, Cantika Putri," kata Beni.
Doddy menggeleng. "Bukan main!!!"
"Lalu kalau Greatman bagaimana? Masuk tidak dia sekarang?" Made bertanya setelah menggeser bidak caturnya.
"Dia ada disini.... Baru masuk." Beni menunjuk tulisan yang berada di luar lingkaran Rangking Kekuatan. "Kekuatannya tak terukur."
Made dan Doddy melongo.
Beni melanjutkan, "Selain One Hit, tidak ada yang berani menyentuhnya. Orang yang tidak tersentuh, Don Rachmat, atau Greatman."
Sementara itu, Rainer yang tadi pergi setelah mengambil kertas dari Beni terlihat tengah membaca dan memahami isi kertas tersebut di salah satu kafe Futuran. Disana, ia ditemani oleh si penjual yang ternyata adalah kenalannya bernama 'Pak Alif'. Rainer beberapa kali mengobrol dengannya yang membuat Pak Alif senang karena teman ngobrolnya sekarang bisa mengobrol setiap hari di Futuran. Pak Alif juga bilang kalau nama Rainer sekarang sudah sangat terkenal sejak fotonya melawan Preman Faust dipajang di mading kampus dan jadi trending topic.
"Pasti sulit ya menjadi terkenal sekarang, Rainer Dzulfiqar?" ucap seorang gadis berambut ponytail berpakaian seksi dari arah samping Rainer yang membuat Rainer menoleh ke arahnya.
"Siapa kau?" tanya Rainer dingin, sebelum kemudian kembali membaca kertas tadi.
Gadis itu mengulurkan tangan ke arah Rainer. "Bunga Anastasya. Panggil aja Ungo."
Rainer hanya diam dan terus berkutat dengan kertas itu.
"Jadi, apa yang membuatmu kuliah disini?" tanya Ungo sambil tersenyum.
"Untuk menjadi Penguasa lah, apa lagi?!" sambar Pak Alif.
"Hati-hati loh kuliah disini, orangnya keras-keras," ucap Ungo.
Merasa telah memahami betul kertas yang dibacanya, Rainer berdiri, kemudian pergi yang membuat Ungo cemberut dan Pak Alif tertawa.