Sinetron itu "Indonesia banget" kali ya, coba kalau lihat sinetron di luar2 indonesia meskipun punya kadar "penasaran" nya tinggi, tapi penuh dengan edukasi yang buat penontonnya terdidik dan cerdas. Di negara kita? Yang penting laku, Rating tinggi bisa deh nambah episode sampai ratusan. Aspek edukasi dan moralitas tidak penting lah yang penting laku, sudah mainstrem liberal pula. Teringat celetukan teman karibku menikmati kopi. "Harusnya tuh ya, tv itu 80% harus menyajikan kekayaan budaya, alam serta keberagaman bangsa kita tercinta ini, bukan tayangan amoral pamer paha-dada" dengan nada bak soekarno lagi sewot . Hehe
Dari celetukan karibku tadi, aku pun jadi berfikir panggung politik bangsa ini tak jauh beda, panggungnya adalah "media" bukan di parlemen atau gedung-gedung rakyat seperti kantor presiden, gubernur, wali kota, bupati, camat, lurah samapai kantor RT/RW. Parahnya lagi penyelenggara negara yang muncul di media dengan tingkat "mbulet" dan "lelet" yang paling sering lah yang kerren. Pantes saja para aktifis LSM dan Mahasiswa ngomel-ngomel kayak ibu-ibu tadi. Tapi bunyi ngomelnya agak beda "Kesejahteraan Rakyat di segala sektor dan kenyamanan pelayanan di segala lini adalah Harga Mati, Hidup Rakyat..." begitulah mereka yang benci dengan para penguasa peragu, tukang curhat dan suka memetik gitar.
Hari ini, Seminggu ini ada sinetron politik tanpa jeda. Anggota dewan kontroversi yang batal jadi ketua komisi III, penggerebekan hakim konstitusi yang berujung pencekalan seorang "Ratu" serta perseteruan Presiden Republik Indonesia dengan Tahanan kasus korupsi mantan pimpinan partai islam yang saling ngelak kenal "Bunda Putri", dan yang paling menarik adalah mantan menteri yang mengaku siap di tahan KPK.
Apa kesimpulannya? Sinetron memang pembius yang dingin, kita juga kadang secara tidak sadar selalu menanti bagaimana episode selanjutnya? Sambil menyiratkan dahi. terakhir, saya berdo`a di jum`at yang keramat ini. semoga tidak ada setgab-setgab lagi di muka bumi indonesia dan lahirlah pemimpin penyayang rakyat bukan penyayang uang rakyatnya saja. The End