Ketegangan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Australia di tenggarai oleh ulah sadap menyadap. Teknologi IT sangat mempunyai peranan penting dalam operasi intelijen sadap menyadap. Menyadap informasi dari negeri orang lebih mudah dilakukan ketika teknologi yang di gunakan adalah produk negara penyadap. Mungkin inilah kelemahan Indonesia terkait dengan pengembangan teknologi informasi. Tidak bisa dipungkiri alat perlengkapan yang berkaitan dengan komunikasi yang beredar di dalam negeri semuanya produk luar negeri. Indonesia menjadi pangsa terbesar bagi produsen elektronik mengingat jumlah penduduk yang terbesar ke 4 di dunia.
Menyikapi ketergantungan teknologi tersebut Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menegaskan "percaya dan bangun kekuatan diri sendiri." Apabila kemandirian teknologi yang diistilahkan oleh Prabowo sebagai Kedaulatan Teknologi tidak menjadi prioritas oleh Pemerintah, maka insiden sadap menyadap tidak akan bisa di hentikan. Karena takut di sadap, sungguh sangat lucu apabila para pejabat allergie menggunakan alat komunikasi modern. Seandainya pola komunikasi di zaman super modern ini dilakukan secara tatap muka saja, sepertinya kita kembali ke zaman batu.
Lebih lanjut Prabowo menatakan : "kita patut kita hanya menyalahkan orang lain, jika harta kita diambil, kedaulatan kita dilanggar, telepon kita disadap?". Dalam kondisi keterbelakangan teknologi inilah Indonesia menjadi sasaran empuk disadap. Sasaran empuk si pencuri informasi rahasia terkait penyelenggaraan pemerintahan. Upaya Pemerintah memproteksi rahasia negara kita nampaknya sudah sampai pada titik nadir alias kewalahan. Dalam kondisi tak berdaya seperti itu, dimana lagi letak kewibawaan bangsa Indonesia ketika informasi kita di acak acak bangsa lain.
Sebenarnya bila pemerintah menyadari akan ketertinggalan Indonesia di bidang teknologi, tentu akan memprioritaskan pembangunan teknologi dalam skala besar. Ketidak seriusan pemerintah berkuasa dalam penegembangan teknologi informasi menyebabkan ketergantunagn itu semakin memojokkan posisi kita di antara negara lainnya. Kita menjadi konsumen abadi. Padahal anak anak negeri ini sangat pandai dalam bidang teknologi. Apa gunanya ITB dan ITS serta Perguruan Tinggi lainnya di dirikan bila alumninya tidak mendapat kesempatan membangun teknologi di negerinya sendiri.
Anak anak pintar itu di bajak oleh negara lain. Negara asing memberi kehidupan lebih baik untuk mereka. Tentu kita tidak bisa menyalahkan mereka terkait nasionalisme. Sebenarnya kita telah membuktikan kepiawaian teknologi Putra Indonesia yaitu ketika Habibie membangun Industri pesawat terbang. Namun apa hendak dikata, ketidak berpihakan pemerintah menyebabkan semangat ini melemah dan luntur sebelum berkembang menjadi kebanggaan Indonesia.
Prabowo menegaskan tentang Kebangkitan Macan Asia. Kita harus menjadi negara yang membangun industri mobil nasional, motor nasional, pesawat nasional. Kita juga harus mampu memproduksi elektronika kita sendiri. Teknologi informasi kita sendiri. Tanpa kedaulatan di bidang teknologi, jika negara kita terus "menerima" hanya menjadi konsumen dari produk-produk yang diproduksi oleh bangsa lain, apakah kita "tidak menerima" saat kita disadap?
So apa kabar teknologi Indonesia, masihkah kita menggunakan produk luar negeri yang menguras devisa negara secara luar biasa.
*********
Salam salaman Indonesia Raya
PenasehapenakawanpenasaraN
Komseko, 21 November 2013
[TD]
*********