Orang-orang yang ada di negeri jiran itu, kepengapan. Dan jangan salah, sebagian WNI yang lagi jalan-jalan ke Negeri Singa itu bisa berkata demikian: “Saya jadi tak bisa ke mana-mana, tinggal di dalam hotel saja. Rugi.”
Nah, perihal asap ini ternyata uraiannya jadi panjang. Namun Singapura pengin mendapat kejelasan, agar peristiwa terburuk yang pernah dialami dalam menghisap asap – sehingga sesak nafas meski sudah dengan sekitar mulut ditutupi kain penutup. Dan jawaban perintah melalui anak Buah Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin: Kami tak bertanggung jawab.
Namun tetap ribetlah kiranya. Sehingga Menteri Kehutanan perlu tandang ke lokasi di mana asap berasal. Ia mestinya piawai – mengingat sudah kerap blusukan ke hutan dan mestinya tahu di mana lokasi “api” itu berada. Ditambah pendampingan Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya. Hasil sidak ke wilayah Riau, Pekanbaru itu, tak mengindikasikan terjadi pembakaran dari Indonesia. Justru dari lahan dengan investor dari Malaysia. Merekalah yang akan ditegur dan beri sanksi. “Di area konsesi mereka ditemukan kebakaran. Ini yang akan kita selidiki,” pasca terbang hanya 30 menit dan kembali karena asap kelewat tebal.
Lagu dengan lirik: “Panas nian kemarau kini/ rumput-rumput pun merintih sedih”- nya The Rollies tak tepat menjadi indikasi bahwa asap begitu produktif, dan dikirim ke Singapura kali ini. Ya, mengingat kemarau 2013 ini basah – istilah apalagi tuh? Setidaknya, masih ada hujan di sela musim kemarau hingga Bulan Juni ini. Menjadi anomali yang membukti, dengan Hujan Bulan Juni, sajak yang ditulis penyair besar Sapardi Djoko Damono beberapa tahun lalu.
Asap terbukti bisa menjadi diplomasi Indonesia dengan Singapura, terutama. Dan Indonesia merasa di atas angin, sehingga klaim bahwa ada indikator pencemaran udara di Singapura sudah mencapai 400 kali ini bisa dipatahkan Menteri LH. Maka menteri ngeyel, bolehlah. Setidaknya jika benar ada indikasi yang benar. “Saya sebutkan kepada Menteri LH Singapura, kondisi tempat kami jauh lebih buruk, yakni kita 600.”
Alamak! Indah nian ceritanya. Pun senang mendengarnya. Artinya, soal asap sudah ada kambing hitamnya. Yakni 8 perusahaan – asal Malaysia – nakal yang suka bakar-bakaran? Hayyya, benar. Sehingga argumentasi cukup masuk akal, bahwa negeri Republik ini tak perlu bertanggung jawab. Kalaupun diperlukan, apa susahnya, sih? Bukankah tinggal menggantang saja asap-asap laknat yang bisa bikin sesak nafas itu. Lalu digiring ke laut – apa bisa ya? Sedangkan masalah BBM yang mesti digelontorkan ke hajat hidup 250 juta penduduk Indonesia pun bisa selesai, kok. Walau ada menteri yang mbalelo namun tetap nyaman menikmati “gaji” yang tak seberapa namun bisa mendapatkan bonus yang berlipat-lipat. Bisa dengan cara jualan daging sapi, bawang atau selundupan gadget, misalnya. Semua impor punya.
Jadi, janganlah hanya masalah asap dibesar-besarkan. Toh Bapak yang mengelola para pembantunya (baca: menteri) sudah tahu di mana api itu berada. Maka, kalau sudah diketahui musabnya, tinggal njewer yang membuat percikan panas itu. Gitu saja kok repot, ya Pak Beye?
Sayang, kemudian yang menyembul ucapan: permintaan maaf dari Ri-1. Nah, ini nggak klop: persis iklan minuman orang dewasa dengan gambar seorang lelaki nyengir tapi ompong. Dengan didekap perempuan berdada besar. ***