Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Jokowi, Risma, Ridwan: Tiga Menguak Takdir

22 Februari 2014   03:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 150 9

BILA disebutkan tiga nama: Jokowi, Risma, dan Ridwan, maka akan muncul di kepala kita “citra baik”. Mungkin bisa ditambahkah: kepala daerah yang nggenah, bener. Setidaknya, mereka adalah anti tesis birokrat yang selama ini berkesan elitis. Sebab, mereka tejun langsung, berbaur dan menyapa. Untuk apa? Mengejawantahkan kepemimpinannya. Tanpa neko-neko, dan bekerja betul.

foto-foto: repro google

Tak bisa tidak. Jokowi melanjutkan sukses di Solo, dan sekarang lebih tinggi jabatannya: gubernur DKI Jakarta. Jakarta lumayan berubah, dalam waktu setahun terakhir. Tri Rismaharini, PNS yang “ternyata” tak kurang blusukannya begitu menjadi walikota Surabaya. Dan capaiannya bisa dirasakan oleh warga Kota Surabaya, terutama tatanan kota dan kebijakan yang pro-rakyat. Ditambah dengan empatinya kepada kaum papa secara nyata. Sedangkan Ridwan Kamil, arsitek mumpuni, mulai bebenah dan tancap gas. Ingin “mengembalikan” Bandung yang lebih hijau sebagai Parisj van Java.

Mereka tampil sebagaimana seorang pemimpin yang bekerja keras, dan bersedia mendengar apa yang warganya nyatakan. Inilah bentuk kongkret. Bahwa menjadi pemimpin itu tidaklah mestinya yang jaim, jaga image. Sehingga menjadi kerinduan, bahwa rakyat membutuhkan figure yang bisa mengerti apa maunya warga. Dan “menyelesaikan” permasalahan yang ada. Bukan cuma sandangan gelar dan apalagi puji-pujian dari dunia luar. Lalu mengundang media. Menyatakan keberhasilan, yang notabene semu. Lha, kemiskinan nyatanya tak berkurang secara signifikan. Bencana yang datang, tak bisa mengurangi penderitaan warga secara gegas.

Jika tiga figure ini memang menjadi rol model mendatang, kenapa tidak? Yang selama ini selalu ambisi untuk menjadi pemimpin, mestilah membuktikan dengan langkah dan kerja kongkret. Tidak mesti dengan pencitraan atawa iklan diri dengan menjadi pesolek dan bergincu. Patriot, pahlawan dan gelar-gelar yang “dibeli”.

Tiga figure ini akan menguak takdir, sekali lagi: kenapa tidak! Sebab bangsa ini yang selama ini lebih sering dikibuli oleh mereka yang sok baik, ramah, dan pintar. Meski sebenarnya penuh tipu muslihat. Ini mungkin perlu diingatkan seperti gugatan petikan sajak WS Rendra: Rakyat mesti dibangunkan. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun