Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan Kemendag pekan lalu kami di komisi mempertanyakan alasan penundaan pemberian izin tersebut. Hal ini berkaitan dengan nasib dan kenyamanan penumpang KRL di Jabodetabek yang menggantungkan sarana transportasi mereka dari KRL baik dari Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang menuju Jakarta.
Namun dibalik itu semua, ada hal yang jauh lebih krusial untuk kami pertanyakan kepada pemerintah yaitu kesanggupan BUMN kita dalam hal ini PT Industri Kereta Api (INKA) untuk mensupplay rangkaian kereta listrik guna memenuhi konsumsi dalam negeri.
Sungguh miris sekali jika INKA mampu memproduksi Gerbong KRL untuk diekspor ke Bangladesh, namun disisi lain untuk kebutuhan dalam negeri dan memberikan pelayanan kepada anak bangsa sendiri, INKA ternyata tidak mampu menyanggupinya.
Saya sendiri, dalam RDP tersebut bersuara keras dan mempertanyakan kesanggupan INKA untuk memproduksi kereta listrik karena selama ini kita rutin mengimpor terus KRL bekas dari Jepang.
Sejak tahun 2000, kita betah sekali mengimport gerbong KRL bekas dari Jepang. Sementara disisi lain kita memiliki BUMN yang bahkan mampu mensupplay kebutuhan barang yang sama untuk negara lain. Ini jelas paradoks karena kita ternyata tidak mendahulukan kepentingan anak bangsa dan rakyat sendiri.
Saya bahkan mendapatkan informasi bahwa Kementerian Perhubungan akan mengimpoirt berupa 120 unit KRL tipe E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024. Seharusnya perusahaan sudah memahami tentang kebutuhan akan KRL setiap tahunnya. Saya mempertanyakan, pengadaan import ini juga bagian dari Milestone pengadaan KRL 2012 2026 atau kebutuhan yang tiba tiba?.
Import ratusan gerbong KRL bekas ini tentu berseberangan dengan berkomitmen PT KCI yang telah menyetujui pembelian rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp 4 triliun. Kontrak itu sendiri telah diteken pada bulan Maret 2023 dan diharapkan produksinya akan dapat diselesaikan pada  2025-2026.
Saya berharap PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia/KCI untuk mendahulukan produksi industri kereta dalam negeri dan memperhatikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi dalam menyediakan sarana transportasi masyarakat.
Polemik ini tentunya menjadi hal yang tidak bisa dibiarkan. Disisi lain ketersediaan sarana transportasi harus dipenuhi, namun disisi lain keterbatasan sumber daya juag harus disiasati. Sudah bukan hal yang baru jika kita saat ini mendengarkan kritik dan saran serta keluhan dari warga pengguna jasa KRL di Ibukota yang mengeluhkan minimnya ketersediaan KRL dari dan menuju Jakarta.
Akan tetapi, solusi import barang bekas dari Jepang itu tentu juga bukan solusi yang baik. Pemerintah dan BUMN terkait harus mampu memaksimalkan potensi yang ada untuk mampu menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan transportasi masyarakat. Semua efisiensi dan efektifitas mesti terus dilakukan baik dari segi sarana fisik, manajemen hingga pelayanan kepada masyarakat.
Jadi, jiak saya mempertanyakan dengan keras dan ikut berkomentar terkait penolakan KRL import dari Jepang itu bukanlah asal komen dan berpendapat. Saya mempertanyakan kesiapan dan kemampuyan bangsa Indonesia ini mampu memproduksi kereta listrik yang selama ini rutin mengimpor KRL bekas dari Jepang sejak tahun 2000.
Saya kira, banyak pihak sependapat dengan saya yang dengan tegas menolak rencana PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk impor KRL bekas dari Jepang. Penolakan impor KRL bekas jepang harus jelaskan agar tidak menjadi simpang siur dan ketidakberesan informasi di tengah masyarakat.
Saya sering kali mendengar masukan dan protes dari masyarakat baik melalui media konvensional maupun sosial media terkait ketersediaan KRL di beberapa titik pemberangkatan KRL di Jakarta.
Padahal, pada Desember 2020, Komisi VI DPR DRI sempat mengunjungi pabrik kereta INKA yang berlokasi di Banyuwangi bersama Direktur Utama INKA sebelumnya, yakni Budi Noviantoro. Bahkan pada saat itu, Dirut INKA, Budi mempresentasikan bahwa pabrik tersebut sudah siap beroperasi.
Sejak awal, saya ingat betul, Komisi VI DPR RI telah mengingatkan PT KAI akan terjadi kekurangan gerbong KRL ini dan meminta PT KAI dan PT KCI untuk berkoordinasi dnegan dengan PT INKA. Kita tunggu aksi dari INKA dan KAI/KCI agar nasib ratusan ribu pelanggan mereka yang setiap hari memanfaatkan kereta comuter tidak terabaikan. Jika hal ini dibiarkan, saya yakin akan berdampak tidak baik bagi kenyamanan dan ketertiban masyarakat.