Kini setelah setahun berlalu, duka dan nestapa warga masih membekas dalam. Cobaan berat dari Allah SWT itu kini masih terasa kuat dalam ingatan warga. Kini usai sudah setahun berlalu kami masih menerima keluhan dari warga masyarakat yang mengeluhkan bahwa sebagian besar dari mereka masih belum bisa menempati kembali rumah mereka yang sudah rusak parah.
Saya pernah mendatangi lokasi gempa itu. Berkali kali malah. Pertama kali saat masa tanggap darurat, selanjutnya saat melakukan monitoring pencairan bantuan kepada warga masyarakat yang disalurkan melalui program kemitraan anggota Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN. Dalam beberapa kali kunjungan tersebut, saya melihat berbagai kegiatan yang dilakukan sudah berjalan dengan baik.
Tentu saja saya berterima kasih kepada relawan dan tim kerja penanganan korban gempa bumi baik dimasa Tanggap Darurat, maupun dimasa rehabilitasi dan reconstruksi seperti sekarang ini. Namun demikian, bukan berarti penanganan musibah ini tidak ada kekurangan.
Saya mendapatkan laporan dari relawan dan artikel di media yang menuliskan bahwa 30 persen warga yang terkena musibah masih tinggal di huntara (Hunian Sementara) yang disediakan oleh pemerintah dan bantuan dari berbagai pihak. Di Nagari Simpang Timbo Abu Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat misalnya, dari 5.260 jiwa atau 2.212 kepala keluarga (KK) populasinya, dilaporkan bahwa masih banyak warga yang tinggal di huntara. Tentu saja ini sebuah kemirisan yang harus disikapi segera. Sebab laporan awal yang sampai ke tengah masyarakat jumlah total rumah yang mengalami kerusakan mencapai 276 unit.
Tentu sangat disayangkan lambannya penanganan gempa tersebut. Hal ini masih jauh dari harapan bahwa setelah setahun hendaknya progres penanganan gempa dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Namun jika merujuk pada laporan media dimaksud, rasanya kita perlu bertanya apa yang terjadi dan menjadi kendala dalam penanganan masalah ini.
Yang membuat miris adalah ternyata ada warga masyarakat yang terpaksa harus meminjam uang ke rentenir dan koperasi untuk membangun rumah mereka karena lambannya penanganan pendataan rumah rumah yang harus dibangun ulang karena rubuh diterjang gempa. Miris dan menyedihkan. Saya mempertanyakan penyebab kelambanan ini. Oleh karena itu saya berharap pemerintah daerah segera menuntaskan persoalan ini agar tidak makin lama warga menunggu dan menderita.
Pada awalnya, saya bersyukur selama kunjungan ke Nagari Malampah Tigo Nagari di Pasaman Barat pada bulan November silam, saya berkesempatan untuk bertemu dan berdialog dengan masyarakat terdampak gempa. Warga sempat menyampaikan kegembiraan mereka dan saya mendapatkan masukan yang berarti terkait progres rehabilitasi dan rekonstruksi.
Saya memahami tidaklah mudah bagi masyarakat dan aparat pemerintah untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi pasca musibah. Banyak hakl yang harus dibicarakan dan dibahas bersama antara masyarakat dengan pemangku kebijakan. Namun demikian, The Show Must Go on, tidak ada duka yang harus dikenang selamanya, tidak ada pula duka yang harus diingat karena hidup tentulah harus terus berjalan. Oleh karena itu pemda dan semua stakeholder harus duduk bersama agar proses lambat ini dapat disikapi dengan baik dan kebutuhan masyarakat akan rumah yang layak dapat dipenuhi.
Akhir akhir ini, masyarakat memang sudah kembali beraktifitas. Saya menyambut baik akan hal itu, Saya juga bersyukur masyarakat sudah mulai kembali beraktifitas dengan normal meski ditengah keterbatasan. Setahun adalah waktu yang lama bagi kita untuk menuntaskan persoalan akibat gempa ini. Saya berharap pembangunan dan recovery kehidupan masyarakat pasca musibah bencana akan dapat berjalan dengan baik dan normal. Warga masyarakat Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat harus kembali beraktifitas dan kehidupan mereka harus kembali pulih. Saya menyadari penuh dan merasakan bahwa memang tidak mudah, namun dengan kerja keras dan kesabaran serta ketabahan warga target pembenahan fisik akan tercapai.
Saya ingat paparan yang disampaikan oleh Bupati Pasaman Barat Bapak Hamsuardi beberapa waktu setelah gempa, total kerugian mencapai puluhan milyar rupiah. Hal itu belum termasuk kerusakan yang terjadi pada berbagai fasilitas umum seperti jalan, jembatan, sarana kesehatan dan lain sebagainya.
Sekali lagi melalui tulisan ini saya menekankan bahwa hal terpenting dari pemulihan pasca bencana adalah komunikasi yang terus terjalin dengan baik. Saya juga akan terus berupaya secara terus menerus untuk mengkomunikasikan kebutuhan korban bencana pasca gempa kepada berbagai pihak agar terjadi percepatan pemulihan masyarakat baik pada pribadi-pribadi, keluarga maupun lingkungan. Rumah rumah yang rusak, fasilitas sosial dan umum yang ada harus bisa kembali dimanfaatkan dan dibangun bersama sama agar masyarakat dapat kembali bisa beribadah, anak anak bersekolah dan pelayanan publik dapat kembali berjalan normal.
Diperlukan juga kerjasama semua pihak, baik dari kalangan masyarakat umum, tokoh adat, tokoh agama serta pemerintah daerah untuk bersama sama membangun kembali kedua daerah tersebut. Saya sangat meyakini kerjasama dari semua pihak dapat dijalin dengan sangat baik karena selama ini komunikasi sudah berlangsung dengan sangat tertata dan terarah. Insya Allah duka segera berlalu.***