Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum

UU TPKS Tidak Bisa Berdiri Sendiri

26 April 2022   01:38 Diperbarui: 29 April 2022   16:38 226 1
Pada tanggal 12 April 2022 silam, DPR resmi menyetujui Rancangan Undang - undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang - undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Berita acara pengesahan RUU menjadi UU tersebut juga sudah ramai mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak baik dari kalangan perguruan tinggi aktifis perempuan, aktifis HAM dan kalangan keagamaan. Saya sendiri, selaku anggota Fraksi Partai Keadilan Sosial ikut serta dalam sidang paripurna tersebut dan menjadi bagian dari sejarah pengesahan UU tersebut.

Sebagaimana diketahui, sejak awal naskah akademik UU ini yang tadinya masih berupa rancangan sudah menuai perdebatan dan melibatkan banyak pihak, khususnya kalangan aktifis perempuan. Lalu pertanyaannya adalah, apakah itu UU TPKS ?.

Sebagaimana sebuah regulasi hukum, UU TPKS adalah sebuah UU yang mengatur tentang pencegahan dan perlindungan terhadap prilaku kekerasan seksual hingga pemulihan hal korban hingga penanganan selama proses hukum.

UU ini juga mengandung aturan bahwa tindak pidana kekerasan seksual secara komplek dan kongkrit. Dalam sebuah diskusi dengan KOHATI Sumbar pekan lalu saya menyampaikan pokok pokok pikiran Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa pasca persetujuan DPR terhadap RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tersebut haruslah ditindak lanjuti dengan segera mengesahkan RUU KUHP menjadi UU KUHP.

Kenapa demikian ?, karena jika UU TPKS ini dibiarkan berdiri sendiri, maka upaya pencegahan dan penindakan terhadap semua bentuk tindak kekerasan seksual dan pelanggaran kesusilaan tidak akan dapat berjalan efektif sesuai yang diharapkan.

Saya menilai, kedua UU itu kelak akan menjadi regulasi yang akan mempu membawa kebaikan pada prilaku dan menjamin perlindungan maskyarakat.

Kita setuju bahwa tidak ada tempat untuk setiap aksi kekerasan seksual dan perzinahan. Norma norma agama dan sosial kemasyarakatan tegas mengatur dan melarang adanya tindakan pelanggaran susila tersebut.

Karena itu, pada prinsipnya kami menyetujui UU TPKS ini disahkan, namun karena tidak bisa berdiri sendiri maka UU itu harus diikuti dengan sesegera mungkin DPR dan Pemerintah menyepakati poin poin penting dalam RUU KUHP untuk disahkan menjadi RUU Hukum Pidana.

Kami di Fraksi PKS sangat berkeinginan agar pembahasan RUU TPKS ini harus dilakukan secara lengkap, integral, komprehensif serta dilakukan secara cermat, hati-hati, dan tidak terburu-buru.

Bahkan dalam beberapa diskusi di DPR bersama fraksi fraksi lain, kami di FPKS sangat ingin agar pembahasan RUU TPKS dilakukan secara paralel dengan pasal-pasal tindak pidana kesusilan dalam RUU KUHP sehingga lebih utuh, lengkap, integral serta tidak tumpang tindih.

Kenapa ini perlu ?, karena setiap poin krusial dalam UU TPKS harus disinkronan dengan UU KUHP agar tidak menimbulkan pemaknaan lain dan menimbulkan interprestasi yang berbeda. Karena itulah, dalam catatan kami di akhir sidang, FPKS mendesak agar RUU KUHP segera dibahas dan disahkan.

Penolakan ini dilakukan bukan karena kami tidak setuju dengan semangat dan roh dari UU TPKS, namun sekali lagi penolakan ini semata-mata untuk mengingatkan bahwa kita sudah sampai pada momentum untuk mengatur tindak pidana kesusilaan secara lengkap dan komprehensif di dalam RUU KUHP.

Sekali lagi, kita sepakat dan tegas bahwa tidak ada tempat bagi pelaku kekerasan seksual. Namun jauh lebih dari itu, kita juga sangat tidak ingin generasi bangsa ini menjadi korban bukan hanya prilaku kekeasan seksual, namun juga menjadi korban dari budaya baru yang tidak cocok dan sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun