Sebuah papan penunjuk arah berukuran kecil tertulis “Geulutop” terpasang pada tiang kecil di pertengahan jalan itu. Aku dan Habibuddin terus mengikuti perintah itu. Sudah setengah perjalanan kami lalui jalan itu, belum ada terlihat satupun kendaraan yang melintasinya. Perlahan kendaraan roda dua CB 100 yang kami tumpangi berjalan perlahan, kerikil halus, besar dan debu beterbangan saat melintasi jalan setapak itu. Di sisi kanan dan kiri jalan, pepohonan kecil mulai tumbuh. Tanjakan besar dan sungai-sungai pada sepanjang jalan itu, membuat spedometer kendaraan yang saya supiri tidak melebihiangka 10km per jam. Dan sesekali, kendaraan yang kami tumpangi hampir jatuh. Habibuddin – teman saya yang duduk di belakang, terkadang harus turun dari kenderaan agar bisa melewati hambatan di sepajang jalan itu. Tak ada alternatif jalan lain yang bisa kami dilalui.