Kompasianer Selundup Terminal TKI
Kepulangan kali ini, aku tak menginformasikan keluarga maupun teman. Hanya seorang Kompasianer senior yang tahu rencanaku, itu juga secara diam-diam.
"Sudah siap perdana-nya?" pesan dari Omjay, pas memasuki Gate D12, dimana China Airlines siap membawaku terbang.
"Saya beli semua perdana yang ada di Taipei. Sesampainya di Suta saya langsung beraksi sesuai instruksi."
Sent!
Saat penumpang lain asyik dengan kesibukannya, aku mengeluarkan tas. Tiga ponsel berisi simcard Taiwan ku ganti dengan simcard perdana provider Indonesia. Telkomsel, Indosat dan XL.
"Pakai saja semua, kita tidak tahu mana yang bagus dan menunjang misimu nanti," ujar Omjay beberapa waktu lalu. Aku hunting kartu perdana ke setiap toko Indonesia di Taipei. Hasilnya, tiga provider plus voucher pulsa cadangannya.
Ku baca-baca, mencermati urutan cara mengaktifkan GPRS dan MMS dari ketiga provider. Pikirku biar sekeluarnya dari pesawat langsung bisa mengaktifkannya.
Setelah mengambil bagasi, recorder siap di saku kiri, kamera di tangan juga tinggal klik, bertampang orang bego, aku berjalan mencari masalah.
"Lihat nih, paspor kamu TKI. Lewat sana!" hardik seorang laki-laki berkaos gelap dengan tulisan BNP2TKI pada sekelompok mbak-mbak yang mendorong troli berisi koper dan tas lainnya. Dengan sigap ku rekam adegan mereka. Langsung pula aku mengirimkan hasilnya.
Banyak masalah telah aku tangkap; ulah calo koper, penukaran uang kurs tidak wajar, harga barang-barang selangit, sampai petugas-petugas yang judes, sibuk sendiri dengan hp-nya daripada melayani mbak-mbak yang bertanya butuh pengarahan. Semua aku tangkap dan langsung aku kirim untuk dieksekusi Kompasianer kawakan di markasnya.
Dalam travel tujuan Cianjur, berhubung sopir dan polisi mengapit TKI yang hendak turun duduknya di depan, jelas aku tak dapat menangkap basah mereka. Kecuali saat travel berhenti di warung, aku menangkap segerombolan polisi muda yang "menakuti" saat mereka beroperasi, sopir, kernet, dan nomor travel yang kutumpangi.
Giliranku tiba, diapit dua garong berpakaian sopir dan polisi mereka meminta Rp 500 ribu. Aku cuek (pura-pura) main hp, garong itu mulai mengancam.
"Aku gak bawa duit, ntar di rumah lah!" ucapku asal.
Sent!
Di rumah, aku nyalakan laptop dan membuka Kompasiana.
"Ampun, Neng. Saya mohon tolong dihapus." Garong itu menyembah-nyembah setelah menonton tampangnya sendiri.[]