Dalam salah satu kesempatan nonton acara berita, ditayangkan sebuah video berkaitan dengan kunjungan Abu Rizal Bakrie (ARB) ke sebuah pasar tradisional di Banyumas. Dalam tayangan tersebut digambarkan bahwa kedatangan ARB disambut dengan suka cita oleh para pedagang yang dagangannya habis di borong oleh ARB dan bla...bla...bla...
Intinya ARB disambut baik dan memberikan efek positif bagi semua orang. Sejenak terlintas pikiran agak nakal dalam pikiran saya, bagaimana seandainya kalau ARB berkunjung ke kawasan Sidoarjo apakah akan seperti itu kondisinya, hehe...
Melihat realita sekarang bahwa ARB sedang dalam misi mencalonkan diri sebagai capres, dan berita tersebut ditayangkan oleh stasiun TV yang memang punya dia (TV One) maka hal tersebut adalah lumrah saja, dan memang hak mereka.
Selanjutnya pikiran saya melayang kepada istilah "media darling" yang merujuk kepada seorang tokoh yang frekuensi kemunculannya dalam pemberitaan media massa sangat tinggi. Secara sederhana media darling berarti orang yang sangat dicari-cari oleh media massa untuk dijadikan bahan berita, baik yang bersifat pekerjaan ataupun hanya aktivitas pribadi keseharian saja.
Dan berkaitan dengan status sebagai media darling, maka ada beberapa tokoh yang begitu popular dalam maedia massa, yaitu Gubenur DKI Jakarta; Jokowi. Apapun yang dilakukan dan dikatakan oleh Jokowi, maka akan segera menjadi topik dalam pemeberitaan di media massa.
Frekuensi kemunculan seseorang dalam pemberitaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kepemilikan terhadap media dan personality. Menurut survey yang dilakukan oleh Purengage (http://nasional.kompas.com/read/2013/09/08/0853309/Purengage.Ini.Sebabnya.Jokowi.Berhasil.Jadi.Media.Darling.) Status media darling akan bersifat tidak natural jika berkaitan dengan status kepemiilkan terhadap media baik secara pribadi atau kelompok.
Dari keterangan tersebut tentunya status media darling akan bernilai lebih jika terbentuk secara alami berdasarkan personality dan kemampuan dalam membentuk opini. Berkaitan hal ini menurut saya, media darling bukanlah semata berdasarkan frekuensi kemunculan dalam pemberitaan, melainkan daya tarik seorang tokoh untuk dijadikan sebagai sebuah materi pemberitaan.
Inilah yang belum dimiliki oleh, Wiranto, Harry Tanoe, dan ARB. meski wajah mereka begitu familiar di media massa, namun semata hanya karena faktor kepemilikan mereka terhadap media.
Salam.