Mohon tunggu...
KOMENTAR
Analisis

POV: Spirit Ekonomi Pancasila dalam Konteks Perdagangan Global Kelapa Sawit

3 Januari 2025   23:24 Diperbarui: 3 Januari 2025   23:24 64 1
Salah seorang guru saya dulu pernah berkata, "jangan melihat ilmu kehutanan sebagai ilmu yang tersendiri, melainkan juga coba lengkapi dengan ilmu-ilmu lainnya untuk memperkaya "point of view" kita.

Ucapan guru saya dulu seakan relevan dengan kondisi beberapa hari ini, dimana ramai di jagat maya mempertentangkan antara hutan dan sawit dengan berbagai "point of view" atau biasa disingkat POV.

Secara positif, saya rasa kita juga perlu menangkap spirit ekonomi Pancasila dalam konteks perdagangan global sebagai POV perkembangan sawit di Indonesia.

Pertama, Indonesia adalah produsen utama kelapa sawit dunia, dan sebagian besar produksinya diekspor ke negara-negara maju seperti Uni Eropa. Kedua, ketergantungan ini menciptakan situasi di mana Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi permintaan global, harga internasional, dan kebijakan negara pengimpor.

Contohnya yaitu kampanye anti-sawit di Uni Eropa yang menghambat ekspor produk sawit dengan alasan lingkungan dan juga penentuan harga internasional yang lebih dikendalikan oleh konsumen global ketimbang produsen.

Potret global perdagangan sawit ini seolah menggambarkan kerangka hubungan asimetris antara negara-negara produsen kelapa sawit, seperti Indonesia dengan negara-negara maju, yang menjadi konsumen atau pengendali pasar global.

Negara-negara maju sering memberlakukan kebijakan proteksi terhadap impor sawit dengan alasan keberlanjutan lingkungan, seperti kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) Uni Eropa yang membatasi penggunaan minyak sawit untuk biodiesel.

Bisa dibilang bahwa kebijakan Uni Eropa ini salah satu bentuk ancaman neokolonialisme ekonomi yang dapat menimbulkan ketergantungan Indonesia pada pasar yang sudah ada, tanpa memberikan alternatif yang adil.

Oleh karena itu, dalam perspektif nilai persatuan pada ekonomi Pancasila, kita perlu memperkuat posisi tawar Indonesia untuk melawan kebijakan diskriminatif terhadap kelapa sawit di pasar internasional, seperti larangan impor terkait isu deforestasi.

Mengapa ? Karena faktanya kita telah berhasil menurunkan laju deforestasi dalam satu dekade terakhir ini.

Spirit inilah yang menjadi POV dalam melihat semangat memajukan sektor ekonomi kita, khususnya tata kelola sawit Indonesia.

"Enggak perlu takut deforestasi" dalam konteks perang dagang harus menjadi semangat bersama, seluruh elemen bangsa, untuk lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas tata kelola sawit yang lebih baik dan berkelanjutan.

Menjaga kebun sawit sebagai asset berarti menjaga agar tidak dikelola secara asal-asalan dan memicu bencana lain seperti kebakaran hutan dan lahan. Termasuk menerapkan standar keberlanjutan yang diakui internasional, seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Bagaimana jika negara Uni-Eropa tidak mau beli ?

Maka diversifikasi pasar ekspor bisa kita tempuh untuk mengurangi dominasi Uni-Eropa. Upaya membangun branding produk sawit Indonesia sebagai produk berkelanjutan dan berkualitas dapat memperkuat persatuan nasional dalam menghadapi tantangan global.

Ekonomi Pancasila dalam perdagangan global kelapa sawit Indonesia menekankan pada keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan pendekatan berbasis nilai Pancasila, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi kelapa sawit untuk kesejahteraan rakyat, memperkuat posisi di pasar global, dan menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

Melalui POV ini, semoga Indonesia dapat menciptakan posisi yang lebih seimbang dalam perdagangan global produk kelapa sawit, dengan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, khususnya hutan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun