Tahun baru 2020, banjir melanda kota Bekasi dimana saya tinggal. Air bahkan setinggi pusar orang dewasa. Posisi saya sekeluarga sedang di luar kota. Siapa yang menyangka bisa sampai separah itu.
Pada level rumah tangga, upaya adaptasi yang telah saya lakukan ternyata kurang mampu mencegah nilai kerugian akibat banjir parah itu. Lantai yang sudah ditinggikan sebelumnya, alat elektronik yang dirasa sudah berada diposisi aman, ternyata "klelep" juga oleh air. Disinilah kemampuan "meramal" saya diuji.
Selang berapa bulan, pada level negara bahkan global, bencana besar bernama Covid-19 melanda. Dampaknya sungguh luar biasa. Selain korban jiwa, juga berimplikasi pada penurunan berbagai aktivitas ekonomi masyarakat.
Belajar dari pengalaman, apakah kita siap menghadapi berbagai skenario kejutan yang kadang luput dari sisi perencanaan ? Untuk inilah kita perlu kemampuan "meramal" masa depan dengan pendekatan foresight.
Foresight adalah sebuah pendekatan dalam studi tentang masa depan atau _futures studies_ yang menawarkan cara baru dalam melihat masa depan. Foresight adalah proses partisipatif yang sistematis, menciptakan kecerdasan kolektif tentang masa depan, jangka menengah hingga panjang. Ini bertujuan untuk menginformasikan keputusan saat ini dan memobilisasi aksi bersama, sebagai fitur utama untuk mendukung pembuatan kebijakan.
Sardar & Masood (2006) mendefinisikan foresight sebagai 'seni antisipasi berdasarkan ilmu eksplorasi'. Foresight membantu untuk memahami kemungkinan konsekuensi masa depan dari tren saat ini, untuk mendeteksi sinyal perubahan baru dan untuk menentukan perkembangan potensial. Ini memfasilitasi pengembangan pemahaman sistemik dan menghasilkan gambaran masa depan yang masuk akal dan koheren mulai dari skenario alternatif (normatif atau eksplorasi) hingga pembangunan visi. Foresight juga membantu untuk memahami perubahan inkremental dan mengganggu.
Meramal masa depan dengan foresight pada prinsipnya adalah mendeteksi dini segala ancaman yang mungkin datang pada suatu negara atau organisasi. Dengan menggunakan suatu metode, kita dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Sehingga kita dapat mengantisipasi perubahan dan kemungkinan yang akan datang; perubahan yang dapat menjadi ancaman dan juga peluang.
Bulan Oktober tahun 2021 yang lalu, tampaknya BPK RI adalah instansi pemerintah pertama yang menerbitkan buku tentang foresight yang berjudul "Pendapat Foresight BPK, Membangun Kembali Indonesia dari COVID-19: Skenario, Peluang, dan Tantangan Pemerintah yang Tangguh"
Pertanyaan awal yang ingin dijawab dari buku ini ialah didasari oleh ketidakpastian yang akan membentuk masa depan Indonesia pasca COVID-19. Buku ini mencoba menghasilkan identifikasi yang cermat atas kompleksitas kekuatan penggerak (driving forces) dalam memengaruhi dan membentuk masa depan Indonesia pascapandemi di 2026. Setiap skenario memberikan gambaran masa depan Indonesia pada 2026 di delapan sektor yang terdiri atas empat sektor utama dan empat sektor tambahan. Â Empat sektor utama terdiri atas (1)kesehatan; (2)perekonomian; (3)keuangan; dan (4)sosial. Empat sektor tambahan terdiri atas (1)politik; (2)pendidikan; (3)lingkungan hidup; dan (4)teknologi.
Sebagai aktivis lingkungan, wajar jika saya cukup senang membaca buku ini, karena isu lingkungan turut diperhatikan dalam Foresight BPK. Meskipun hanya secuil dan terkadang jadi isu yang belakangan, namun demikian skenario terbaik dan terburuk disajikan dan tentunya bisa dikembangkan.
Mengutip laporan IPCC 2022, _Climate Change: Impact Adatation and Vulnerability_ dituliskan dengan selang kepercayaan tinggi, bahwa setelah tahun 2040 dan tergantung pada tingkat pemanasan global, perubahan iklim akan menimbulkan banyak risiko terhadap sistem alam dan manusia. Untuk 127 risiko utama yang teridentifikasi, dampak jangka menengah dan panjang yang dinilai hingga beberapa kali lebih tinggi dari yang diamati saat ini.
Besaran dan laju perubahan iklim serta risiko terkait sangat bergantung pada tindakan mitigasi dan adaptasi jangka pendek, dan proyeksi dampak merugikan serta kerugian dan kerusakan terkait yang meningkat seiring dengan kenaikan pemanasan global.
Menghadapi skenario terburuk (wild card) yang besar kemungkinan timbul sebagai dampak perubahan iklim, maka sudah pas jika pemerintah menjadikan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai pengarusutamaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional selanjutnya (RPJPN).
Menjadikan aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim sebagai arusutama dalam pembangunan nasional, dari pusat hingga ke tingkat tapak dengan melibatkan parapihak tampaknya menjadi jawaban yang efektif dan responsif bagi pemerintah dalam Foresight Indonesia kedepan.
Pada sektor hutan dan lahan, aksi FOLU NETSINK merupakan jawaban atas Foresight Indonesia untuk melihat masa depan.
Indonesia Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 merupakan suatu kondisi dimana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030.
FOLU Net Sink 2030 dapat dicapai melalui 11 langkah operasional mitigasi sektor FOLU, yaitu: Pengurangan laju deforestasi lahan mineral; Pengurangan laju deforestasi lahan gambut; Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral; Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut; Pembangunan hutan tanaman; Sustainable forest management; Rehabilitasi dengan rotasi; Rehabilitasi non rotasi; Restorasi gambut; Perbaikan tata air gambut; dan Konservasi keanekaragaman hayati.