Situasi itu membuat Majnun menjadi puitis, bahkan mulai miring- miring. Orang sekampung menganggapnya gila (majnun artinya gila), karena ia selalu bicara bergaya puisi mengenai Laila. Dengan susunan kata-kata dalam kehampaan yang indah. Dalam kegilaan tak tertahankan itu, Majnun memutuskan untuk membuang hidupnya, mengembara seorang diri di padang pasir yang kejam, tidur menjelapak di reruntuhan bangunan tua, campur-baur dengan serigala. Yang dilakukannya setiap hari hanyalah merenungi nasib, meratapi cinta, menyebut-nyebut nama Laila. Jika ada orang bertemu dengannya ia langsung membacakan puisi tentang Laila. Jika ada angin bertiup dari arah desa Laila, ia menadahkan badannya untuk menghirup sebanyak-banyaknya angin yang telah menyentuh Laila sebelumnya. Hanya Laila dalam setiap tarikan nafasnya, o…, hanya ada Laila!