Tapi yakinlah, perang itu takkan terjadi. Para pemimpin Malaysia tidak sebodoh itu. Sebab bagi mereka menembaki 2 juta TKW di depan mata tidaklah semudah membalik telapak tangan. Selain memboroskan peluru dan mesiu, tindakan itu akan menuai kecaman HAM Internasional. Lagi pula, kalau dibunuhi, bangkainya mau dibuang kemana? Mau dijadikan isteri semua, lha, yang di rumah mau di kemanakan?
Mari, kita kalkulasi kekuatan kita.
Perang butuh biaya besar, untuk segala macam keperluan. Tapi kita tak punya uang, nak. Jangankan untuk pergi perang, untuk makan saja sulit. Uang kita sudah habis dihisap koruptor. Dari dulu sampai sekarang tak henti-hentinya para pejabat menggerogoti kekayaan negara, malah sebagian digunakan untuk memperkaya Malaysia dan Singapura!
Kekuatan militer? Jangan tanyakan itu, nak, karena semua sudah kuno! Pesawat tempur cuma empat biji, dan beberapa kapal laut rongsokan bekas Jerman.
Kredibilitas para pemimpin kita? Tahu sendirilah, nak. Presiden kita adalah SBY, Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPR Marzuki Ali, Jaksa Agung Hendarman Supanji, Kapolri Bambang Hendarso Danuri. Ada pula Sahril Johan yang sangat berkuasa, juga Anggodo dan Ayin. Sedangkan Antasari dan Susno Duaji masih dipenjara, tak jelas apa sebabnya.
Nasehat saya, jangan bicarakan perang sekarang ini, itu hanya pemborosan ludah. Lebih baik kita bekerja keras, lakukan apa yang bisa dilakukan. Petani bekerja dengan sungguh-sungguh, pegawai bekerja sesuai job-nya, tentara dan polisi sergap dan setia menjalankan tugas masing-masing. Masyarakat luas juga getol bekerja keras, jangan cuma berdoa dan berdoa saja. Tapi bekerjalah!
Jika semua berjalan lancar, sepuluh tahun ke depan, jangankan hanya Malaysia, dunia ini bisa kita kuasai lewat pasokan pangan. Kalau ada negara yang coba-coba membandel, kita stop pengiriman beras. Mereka pasti nyembah-nyembah kalau anak-bininya kelaparan!
Sekali-sekali, boleh juga moncong meriam kita arahkan ke ibukota negara mereka.
Begitulah, nak. Sabar, nak, ya..... sabar....!