Harkristuti menjawab, RUU yang sedang disiapkannya itu tidak dimaksudkan untuk melemahkan KPK, melainkan memperkuatnya, dengan membangun peradaban hukum secara keseluruhan. Justru orang-orang yang menolak itulah yang melemahkan KPK, dengan membiarkan pembangunan hukum terbengkalai.
Perdebatan mengenai ini masih terus berlangsung, makin sengit dari hari ke hari. Sampai-sampai dua raksasa hukum, Prof Andy Hamzah dan Prof JE. Sahetaphy 'bentrok' di ILC mengenai ini, suatu bentrokan yang membuat keduanya putus urat malunya. Yang dituding melemahkan mengaku memperkuat, yang mengaku memperkuat justru dituding melemahkan. Media massa utama ikut menyumbangkan peran kapitalisnya, membangun opini publik. Sehingga pada akhirnya nanti dapat diprediksi, pemberlakuan UU ini bakal tertunda.
Sementara itu tindak korupsi terus berlangsung, malah makin menggurita belakangan ini. Sudah 15 tahun reformasi bergulir, tak satu pun kasus KKN yang memicu meletusnya gerakan reformasi itu diusut tuntas oleh KPK. Semuanya mengambang, antara ya dan tidak. Yang moncer dilakukan KPK sekarang ini adalah mengurusi kasus suap dan memanggili artis-artis.
Karena itu perlu jalan tengah sebagai win-win solution, agar hajat kedua pihak terjembatani dengan mulus. Solusinya itu adalah dengan mendirikan Neo-KPK, sepenuhnya terdiri dari orang baru, gedung baru dan semangat baru. UU yang digunakan tetaplah UU Tipikor dan UU KPK yang telah ada, namun dengan restriksi yang kuat bahwa Neo-KPK itu wajib menjalankan UU Tipikor dengan benar. Yang ditanganinya adalah tindak pidana korupsi di kalangan Penyelenggara Negara, sasarannya mengembalikan uang negara yang dikorupsi itu kembali ke kas negara, dan tujuan mulianya adalah menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Dengan demikian semua pihak puas. Pembangunan peradaban hukum tetap berjalan, pemberantasan korupsi juga berjalan, dan KPK-nya Abraham Samad tetap dapat memanggili artis-artis.
Aman, kalau begitu!
*****