Cuman sangat disayangkan,setelah penyergapan tersebut kemudian ada beberapa komentar "dini" yang mengatakan bahwa kejadian teror di Solo tidak terkait dengan Pilkada DKI Jakarta. Baik oleh Kapolri Jendral Timur Pradopo,kemudian Rhoma Irama yang kontroversial serta Fauzi Bowo/Foke yang juga ikut-2an komentar mengenai kepemimpinan Jokowi di Solo (terkait masalah keamanan). Masyarakat sebenarnya sedang menunggu hasil akhir dari kasus teror di Solo,sebab ada 1 orang yang diduga Teroris ditangkap hidup-2 oleh Densus 88. Kemudian pengembangan kasus tersebut seperti apa,sebab diberitakan orang-2 yang diduga teroris ini merupakan "orang-2 baru" di kalangan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia.
MT Arifin, seorang budayawan Solo yang selama ini juga menjadi pengamat terorisme, menilai, pengungkapan pelaku teror tersebut karena polisi coba merunut kejadian dari berbagai informasi dan peralatan yang digunakan pelaku, kemudian menyimpulkan ada keterkaitan dengan jaringan terorisme.”Saya melihat kelompok-kelompok tersebut mungkin merupakan gerakan-gerakan yang memiliki pengalaman lokal. Apakah itu memiliki hubungan jaringan, memang harus dibuktikan lebih lanjut,” ujarnya."Tampaknya Solo dihadapkan pada kelompok yang menginginkan potensi-potensi konflik dibangkitkan di Solo, sebagai second front dari pertempuran politik. Meski peristiwa yang muncul tidak saling berkait, jelas itu bertujuan menciptakan citra buruk Solo,” paparnya. (dikutip dari Koran Kompas,2 September 2012)
Percakapan di warung kopi pagi ini mengatakan "Bahwa tidak tertutup kemungkinan kejadian teror di Solo dilakukan oleh teroris bayaran" ...! Teori "teroris bayaran" muncul karena di Indonesia "mana sich yang tidak bisa dibeli atau di order?" Lihat saja demonstrasi-2 yang muncul sejak era Reformasi, terungkap adanya demo-2 bayaran alias yang demo dibayar untuk ikut meramaikan dan membuat kesan demo tersebut "powerful"...Bahkan ada bekas pejabat tinggi negeri ini yang diduga sebagai "makelar demo" alias mempunyai profesi sebagai calo penerima pesanan untuk membuat sebuah demonstrasi dengan orang-2 bayaran dari ormas-2 tertentu.
Teroris bayaran kalau sampai membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain, sebenarnya sama saja dengan pembunuh bayaran. Cuman karena aksinya perlu mendapat perhatian dalam skala yang luas,maka biasanya mereka melakukan dengan cara menakut-nakuti korbannya terlebih dahulu. Lha,untuk menyewa pembunuh bayaran ternyata juga ada di Indonesia...! Bahkan sudah terbukti ada pengusaha yang menyewa pembunuh bayaran dari seorang oknum tentara....!
Untuk menyewa pembunuh bayaran dengan latar belakang "teroris" tidak terlalu sulit di Indonesia, sebab jaringan ini sudah ada di Indonesia....Mereka sampai sekarang sepertinya aman-2 saja seperti halnya para pendemo bayaran yang dikelola secara khusus oleh orang-2 tertentu yang pernah punya jabatan tinggi di pemerintahan Republik ini dengan jaringan ormas-2nya..!
Di alam demokrasi yang terbuka seperti ini,memang hanya fungsi intelijen negara saja yang sanggup mendeteksi siapa saja yang terlibat urusan "bayaran" ini. Sekali intelijen negara lengah,maka aksi mereka akan berbahaya terhadap keamanan negeri ini. Dulu zaman Soeharto,massa bayaran atau apapun yang bisa "dibayar" hanya dikendalikan oleh penguasa saja. Maka tidak tertutup kemungkinan yang sekarang mengelola massa bayaran atau yang bisa dibayar juga orang-2 yang masih berbau Orba...! Analisis ini berkembang karena selama ini aksi terorisme yang mempunyai jaringan internasional tidak mau beraksi yang sifatnya "localized" (Lihat aksi Bom Bali dan peledakan Bom di Jakarta)
Dengan demikian,pengembangan aksi teror di Solo perlu mendeteksi siapa yang membayar aksi teror tersebut? Untuk tujuan apa aksi tersebut dibuat di Solo? Alasan kebencian kepada aparat Polisi hanya alasan "antara" saja....sebab kasus peledakan bom bunuh diri di sebuah Mesjid yang berada di lokasi Kantor Polisi Cirebon juga karena alasan kebencian terhadap aparat Polisi. Untuk sebuah alasan kebencian,bisa dilakukan dimana saja...!