Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Gaya Blusukan Jokowi, Efektifkah?

2 Maret 2014   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 241 3
Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan Wagub DKI Jakarta pada waktu ikut "blusukan" Jokowi berpandangan lain terhadap gaya "boss" nya dalam memimpin Jakarta. Ahok mengatakan bahwa kalau sistem sudah berjalan dengan baik,maka tidak perlu lagi blusukan seperti Jokowi.

Pandangan Ahok tentang sebuah "sistem yang baik" memang benar,tetapi Ahok melupakan sejarah dan kultur bangsa Indonesia yang dari zaman raja-raja dulu, era kolonialisme hingga sekarang antara pemimpin dan rakyatnya terkenal dengan gaya "birokrasi" yang koruptif, malas serta seenaknya sendiri. Oleh karena itu,cerita seorang raja yang baik dan berhasil memimpin rakyatnya adalah selalu penggambarannya seorang raja yang mau turun ke lapangan (bahkan dengan menyamar sebagai rakyat jelata) menemui rakyatnya dan melakukan pengecekan langsung terhadap pejabat-pejabat yang ada dibawah sang raja. Bila ditemui pejabat negeri yang korup dan malas serta suka menindas rakyat,maka raja yang baik tak segan memecat atau memenggal kepala pejabat tersebut.

Cerita "birokrasi" diatas terus saja berlanjut hingga kini. Maka tak heran bila negeri ini sekarang dipimpin oleh "sedikit sekali" pemimpin yang jujur dan bersih,yang terbanyak adalah pemimpin yang korup,malas dan menindas rakyat dengan cara-cara yang beragam,mulai dari pemberlakuan aturan-2 Perda berbau agama sampai kepada aturan-2 yang aneh-2 dengan tujuan sebenarnya agar rakyat tetap bodoh dan bisa diperbodoh supaya kekuasaan "sang pejabat" tetap langgeng di daerahnya.

Gaya "blusukan" Jokowi sangat effektif untuk terus menerus dilakukan sampai kapan pun . Karena dengan "blusukan" maka itu berarti untuk memastikan sistem yang sudah ada berjalan dengan baik atau belum. Di Indonesia bukan masalah sistem, sebab negeri ini tak kurang-kurangnya orang pintar yang membuat sistem begitu canggih dengan memanfaatkan Teknologi Informasi,tetapi bangsa ini menghadapi masalah mentalitas dan moralitas yang bobrok akut.

Contoh kasus bagaimana rakyat miskin pun bermoral bobrok akut ditunjukkan ketika Ridwan Kamil,walikota Kota Bandung yang berusaha mengentaskan kemiskinan dari para pengemis yang ada di kota tersebut untuk diberdayakan menjadi tukang sapu,dll dengan fasilitas tempat tinggal,dsb disediakan oleh Pemkot Bandung. Apa yang terjadi? Para pengemis tersebut kabur dan merasa tidak nyaman diberlakukan seperti "manusia seutuhnya" oleh sang Walikota,sebab mereka lebih senang mengemis karena mendapatkan penghasilan Rp.9 juta per bulan,bandingkan dengan penghasilan yang diterima oleh mereka bila menjadi tukang sapu jalanan yang diupah oleh Pemkot Bandung sebesar UMR kota Bandung...?

Faktor mentalitas dan moralitas para pejabat negeri ini tidak bisa diatur dengan sebuah sistem yang sebagus apapun,seorang pemimpin yang baik harus siap "blusukan" seperti Jokowi. Kalau Ahok merasa tidak suka dengan gaya blusukan,maka Ahok harus belajar lebih dalam lagi tentang kultur bangsa ini.

Pilihan untuk tidak memakai gaya blusukan adalah gaya militer atau gaya "komunis" RRC,dimana untuk membuat rakyat dan pejabatnya berubah totalitas secara mental adalah dengan kekerasan dan kekerasan,hingga pada akhirnya rakyat dan pejabatnya sudah terbiasa pada akhirnya dengan disiplin dan takut untuk berbuat salah terhadap aturan negara ini.

Bagaimana? Mau gaya blusukan Jokowi atau gaya militer....?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun