Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Ahok Harus Bertobat!

10 Februari 2015   20:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:29 220 0
Bukan bermaksud menggurui Ahok, Gubernur DKI Jakarta pengganti Jokowi yang menjadi Presiden Republik Indonesia karena Pilpres 2014. Tetapi ini sekedar mengingatkan saja bahwa perilaku dan sikap Ahok yang suka menyalahkan pihak lain dalam memimpin ibu kota RI ini harus diubah.

Setelah sejak hari Minggu, 8 Februari 2015 diguyur hujan hingga Selasa pagi ini, Jakarta mengalami kebanjiran di mana-mana. Padahal selama ini Jakarta banjir karena "banjir kiriman" dari wilayah Bogor dsk yang curah hujannya tinggi dan air kiriman menggenangi wilayah Jakarta. Sekarang keadaan berbalik 180 derajat, sebab banjir Jakarta kali ini karena curah hujan di wilayah Jakarta secara keseluruhan memang sangat tinggi selama hampir 3 hari berturut-turut. Genangan air ada di banyak tempat dan membuat akses dari berbagai sudut kota tidak bisa dilalui. Bahkan Istana Negara pun juga mengalami kebanjiran.

Alam telah mengubah pandangan orang selama ini seolah Jakarta banjir karena "kiriman" dari Bogor, dsk. Bahkan teringat bagaimana Jokowi ketika masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta sempat ada keinginan membuat waduk di berbagai wilayah di luar Jakarta. Kenyataannya sekarang Jakarta mengalami kebanjiran karena "Tuhan" mencurahkan air dari langit ini secara khusus ke wilayah Jakarta. Dan Ahok pun kembali "bersuara nyaring" menyalahkan pihak lain karena PLN di Muara Karang dimatikan dan pompa air tidak bisa menyedot dan membuang air ke laut.

Sikap Ahok yang suka menyalahkan pihak lain dalam kepemimpinannya perlu dikritisi sebagai sikap yang tidak dewasa dan matang dalam memimpin sebagai gubernur DKI Jakarta. Kalaupun PLN tidak boleh mematikan listrik demi pompa air yang menyedot dan membuang air ke laut, seharusnya Ahok juga menyadari bahwa ada warga yang sudah kebanjiran rumahnya dan perlu ditolong agar tidak mengalami kecelakaan yang bisa menyebabkan kematian akibat kesetrum arus listrik. Ahok bukan gubernur warga Pluit, Pantai Mutiara, Muara Karang saja...! Tetapi Ahok harus memikirkan juga warga masyarakat lain yang tidak tinggal di wilayah PIK, Muara Karang, dan Pantai Mutiara yang selama ini dijaga agar tidak mengalami kebanjiran.

Pernyataan-pernyataan Ahok tidak 100% benar dan bahkan menyesatkan warga masyarakat seolah banjir Jakarta itu hanya Kampung Pulo. Kali ini Ahok harus menyadari bahwa curah hujan di Jakarta memang sangat tinggi dan beberapa daerah mengalami genangan bukan karena kiriman air dari Bogor, dsk. Kondisi alam yang mengubah pandangan masyarakat tentang banjir Jakarta membuat sadar banyak orang bahwa Jakarta memerlukan manajemen perkotaan yang baik dan pemimpin yang bisa mengatur bukan sekedar hanya jujur.

Barangkali selama ini Ahok dikenal dan selalu "menyombongkan" diri karena dirinya jujur dalam mengelola keuangan dibandingkan dengan para pejabat negara di negeri ini, tetapi satu hal yang Ahok lupa adalah bahwa jujur saja belum cukup untuk seseorang menjadi pemimpin negeri ini. Kapabilitas dalam memimpin dan mengoordinasikan birokrasi negeri ini juga diperlukan, bukan "show off" seolah dirinya paling bisa dan paling mengerti persoalan. Pintar "memberi" kepada kaum papa saja tidak cukup, sebab masyarakat bukan benda mati yang bisa diatur seenaknya, mereka mempunyai perasaan, kebebasan berpikir dan ekspresi serta pandangan yang berbeda dalam memandang persoalan. Seorang pemimpin harus mampu mengakomodasi semua perbedaan yang ada di masyarakat, bukan hanya pintar menyalahkan saja.

Ahok sebagai warga Tionghoa dan seorang penganut Nasrani harus bisa memberikan contoh yang baik dan bukan malah memberi imej buruk terhadap kaum Tionghoa dan penganut Nasrani di Indonesia . Banyak kaum Tionghoa dan penganut Nasrani di Indonesia juga tidak sepaham dengan perilaku dan sikap Ahok dalam memimpin Jakarta. Keteladanan dalam mengelola keuangan Ahok patut menjadi contoh,tetapi sikap dan perilakunya tidak menggambarkan warga Tionghoa dan penganut Nasrani secara keseluruhan. Banyak pemimpin dari kalangan Tionghoa dan penganut Nasrani yang berbudi dan berbahasa halus katimbang sikap Ahok yang dalam bersikap suka memberi kesan menantang pihak lain. Seorang penganut Nasrani tulen umumnya lebih menghindari konflik/berperkara daripada terlibat atau menimbulkan pertengkaran.

Posisi Ahok yang seringkali dihubungkan dengan etnis Tionghoa dan penganut Nasrani menjadi "batu sandungan" bagi etnis Tionghoa dan penganut Nasrani lainnya. Ahok lebih baik dianggap sebagai seorang "politician" daripada seorang "Nasrani" yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tepatnya,Ahok adalah seorang politikus yang kebetulan penganut Nasrani dan juga dari etnis Tionghoa,tetapi tidak menggambarkan secara keseluruhan penganut Nasrani lainnya dan etnis Tionghoa pada umumnya.

Seorang pemimpin harus bisa merangkul semua golongan dan yang berbeda sekaligus dengan dirinya demi sebuah tujuan bersama. Kalau terus saling menyalahkan pihak lain dan menganggap orang lain tidak benar,maka Ahok hanyalah seorang Gubernur yang jujur tetapi tidak bisa mengatur.

Sebaiknya Ahok memang harus bertobat,dalam pengertian merubah sikap yang selama ini menjadi hambatan bagi sebuah kerja bersama dalam satu wadah birokrasi Pemprov.DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat,bukan cuman "menggantungkan" kepada bekas "boss"nya yang sekarang menjadi Presiden RI dan "beking" dirinya ketika terdesak saat Jakarta banjir dimana-mana. Orang mencibir itu karena sikap Ahok,bukan karena dirinya tidak bisa kerja ; Cibiran orang-orang lebih mengarah karena Ahok "to much talking" alias terlalu banyak buat pernyataan yang tidak perlu katimbang hasil kerjanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun