"Kami tidak pernah dihubungi atau ditelepon, juga tidak menerima pengumuman resmi dari Kemdikbud mengenai hasil seleksi. Ini sangat tidak transparan, eggak jelas," kata Adisurya Abdi, salahsatu peserta seleksi calon Anggota LSF di Plaza Kuningan, Jakarta, Kamis (6/ 2/2020).
Produser dan mantan Kepala Sinematek Indonesia ini menilai panitia seleksi Calon Anggota LSF cenderung tertutup.
"Tidak ada pemberitahuan apakah kita lanjut atau tidak untuk tahap seleksi berikutnya. Kalau pun saya ada informasi, ya dari teman," ujar Adisurya.
Dia mempertanyakan lembaga yang memilih anggota LSF sebenarnya. "DPR atau Kemdikbud yang memilih anggota LSF, saya tidak tahu. Kalau DPR, kan fungsinya hanya hearing, mendengarkan saja," katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh peserta Calon Anggota LSF lainnya, Rully Sofyan, SH. Dia mendapat kabar secara tidak resmi tentang Calon Anggota LSF yang akan dipanggil oleh DPR.
"Yang menjadi soal, seleksi Calon Anggota LSF ini kan, pesertanya dari seluruh Indonesia. Mereka antara lain pejabat dan mantan anggota DPR di daerah, mengeluh ke saya, habis ongkosnya ke Jakarta untuk mengikuti prosedur seleksi yang tidak jelas," kata Rully.
Rully yang berprofesi pengacara itu adalah pengurus Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia. Dia mengaku sudah mengantongi daftar nama peserta seleksi calon anggota LSF yang akan dipanggil DPR.
"Informasi yang saya dapat, ada sepuluh nama yang tidak pernah ikut ujian seleksi Calon Anggota LSF, tapi masuk daftar panggilan ke DPR. Sementara nama-nama itu sedang dikonsultasikan kepada Presiden. Saya tidak akan sebut nama itu sekarang ini," kata Rully.
Hal penting dalam rekrutmen calon anggota LSF adalah tentang rekam jejak dan integritasnya, namun masuknya nama-nama yang akan dipanggil DPR tanpa ikut seleksi menurutnya sebuah pelanggaran terhadap Undang Undang No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pasal 63 ayat 4.
"Pelaksanaannya diatur dalam PP No 18 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film pasal 14 ayat 4 yang berbunyi; Panitia Seleksi dalam memilih anggota LSF bekerja jujur, terbuka, dan obyektif. Faktanya justru sebaliknya," ujar Rully.
Menurutnya, nawacita pemerintah Presiden Joko Widodo seharusnya terintegrasi ke dalam lingkungan perfilman yang bermartabat. "Demi menjaga martabat itulah, pemerintah harus hati-hati dalam masalah peraturan ini," jelasnya.
Baik Rully maupun Adisurya Abdi berharap Kemendikbud tidak menganggap persoalan seleksi Calon Anggota LSF sebagai hal yang remeh. "Perfilman Indonesia dari sisi kebijakan seperti PP dan Permen bahkan Undang Undang sudah terabaikan selama ini. Masak masih ditambah dengan urusan LSF," kata Rully.
Selain menyoroti soal ketidakterbukaan proses seleksi, Rully melihat indikasi pelanggaran hukum dalam pembentukan Pansel oleh Kemdikbud dengan tidak dimasukkannya unsur pemerintah daerah di dalam tim Pansel.
"Berdasarkan aturannya Pansel diwakili oleh unsur pemerintah dan pemerintah daerah, pelaku kegiatan perfilman, pelaku usaha perfilman dan masyarakat. Semua unsur itu ada di Pansel kali ini yaitu birokrat, artis, produser, dan pengamat, kecuali dari unsur Pemda," ujarnya.
Menurut Rully, jika nanti pemerintah tetap mengeluarkan SK Anggota LSF yang baru, maka pihaknya akan mengambil langkah hukum. "Kami akan meminta keadilan dan menggugat pemerintah atas penyelewengan ini ke sidang Pengadilan Tata Usaha Niaga," ujarnya.
Proses seleksi
Proses seleksi Calon Anggota LSF secara berturut-turut sebagai berikut: Pertama diumumkan di media pada tanggal 21 Mei 2019, maka dimulailah pendaftaran dan seleksi administratif.Â