FPF mulai bergerak dengan menonton bareng film lawas sambil berbuka puasa di Sinematek Indonesia. Kemudian bikin diskusi terkait pecahnya organisasi PARFI pasca kongres di Lombok, dan lainnya.
Akhir Desember 2015, saya bersepakat dengan Kepala Sinematek Adisurya Abdi untuk mengadakan Usmar Ismail Awards (UIA), ajang penghargaan karya perfilman yang jurinya adalah wartawan.
Acara puncak dijadwalkan bulan Maret 2016 pas Hari Film Nasional. Tapi target itu bergeser jadi tanggal 2 April 2016. Tempat acara yang semula akan di halaman Museum Fatahilah dialihkan ke Balai Kartini, Jakarta.
Kabar baik tentang rencana bikin UIA 2016 itu saya broadcast di grup BBM FPF. Dua kali wartawan film punya acara bersama yaitu pemilihan Best Actor dan Actress tahun 1973 oleh PWI, dan Festival Film Jakarta (FFJ) di tahun 2006 dan 2007 oleh Tabloid Bintang Indonesia dan Cek & Ricek.
Kedua event tidak berlanjut. Best Actor dan Actress secara politis diambil alih pemerintah, melebur menjadi bagian Festival Film Indonesia. FFJ tak terdengar lagi, entah mengapa?
Meski belum jelas pola kerjasama untuk UIA, saya semangat dan mulai bergerak. Ini kesempatan besar untuk wartawan film agar lebih berarti, punya andil dalam memajukan perfilman nasional ketimbang runtang-runtung atau bergerombol gak jelas.