Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Diplomasi Makan Siang KAA 1955 hingga Terbitnya Dasa Sila Bandung

1 November 2023   08:17 Diperbarui: 9 November 2023   22:11 377 7
Sangat banyak deretan nama terkait langsung maupun tidak langsung dengan suksesnya penyelenggaraan Konperensi Asia Afrika (KAA) tahun  1955 di Bandung. Jasa-jasa mereka terkenang hingga kini.

Dari sejumlah nama tersebut, kita mengenal Madrawi dan Fhadli Badjuri.

Dua putra terbaik bangsa, telah rela berkorban demi terciptanya kemuliaan negara.

Meskipun bertindak dengan cara-cara sederhana pada awalnya, namun kemudian jasa-jasa mereka terkenang dan bahkan menjelma menjadi sebuah penemuan besar bangsa Indonesia dalam hal sejarah diplomasi.
 
Madrawi dan Fhadli Badjuri adalah sahabat-sahabat dekat Presiden Soekarno dan Roeslan Abdeolgani.

Mereka itu pemilik Rumah Makan (RM) Madrawi di Jalan Dalem Kaum Bandung waktu itu.
 
Pada saat perhelatan KAA tahun 1955, Madrawi dan Fhadli Badjuri mendapat kepercayaan mengurus kebutuhan konsumsi bagi para delegasi KAA.

Madrawi dan Fhadli Badjuri menjelma orang penting dengan tugas khusus langsung dari presiden, menjamu tamu-tamu negara bak juru-juru masak penyedia makan siang istana.

Kesempatan besar, mereka tidak menyia-siakannya. Sesegera mungkin meracik makanan dan mengemasnya dengan baik serta higienis.

Dua dasar kemampuan dan pengalaman itu, termasuk bagian dari kemampuan besar mereka dalam hal membuat makanan khas dan enak.

Kreasi tangan-tangan terampil mereka pun membuahkan hasil.

Sajian makanan khas Madura kemudian tersaji ditengah-tengah penyelenggaraan KAA.

Jenis-jenis makanan khas Madura itu diantaranya adalah sate dan soto Madura.

Menu sate dan soto Madura merupakan sebagaian dari 99 kreasi menu yang biasa mereka jajakan di RM Madrawi.

Presiden Soekarno sangat menyukai sate dan soto Madura. Demikian pula halnya, pada saat KAA berlangsung, banyak delegasi dari Asia dan Afrika merasa ketagihan dengan sajian menu makan olahan tuan rumah KAA tersebut.

Sajian makanan khas RM Madrawi dapat diterima oleh khalayak delegasi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.

Menu khas Madura ini dianggap baru dan mampu hadir setara dengan menu sajian dalam jamuan-jamuan internasional lainnya.

Meski secara konteks, sate dan soto Madura merupakan panganan khas tradisional, tetapi para delegasi KAA menyukai dan bahkan sangat menikmatinya.

Sadar atau tidak, dengan pendekatan penyajian pola dan pilihan makanan seperti ini, Indonesia tengah menerapkan pendekatan diplomasi baru, tentunya ala Indonesia.

Pola diplomasi ini dalam kajian-kajian diplomasi internasional kemudian disebut sebagai "antithesis" dari salah satu pendekatan diplomasi dunia internasional terutama yang dominan dilancarkan Amerika Serikat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa, salah satu pendekatan diplomasi Amerika Serikat dikenal dengan sebutan "Tiga F" yang terdiri Food, Fashion dan Fun.

Tiga F, merupakan diplomasi rancangan Amerika Serikat sebagai jalan masuk atau penetrasi kepada negara-nagara lain.

Lebih tepatnya adalah strategi diplomasi Amerika Serikat melalui jalur kebudayaan dan juga perekonomian.

Food (makanan), Fashion (pakaian) dan Fun (kesenangan) adalah kebutuhan dasar bagi manusia di dunia.

Melalui diplomasi ini Amerika Serikat menyimpan harapan besar yaitu mampu menguasai dunia dan menciptakan ketergantungan masyarakat internasional kepada produk-produk budaya dan ekonomi ciptaan mereka.

Disamping munculnya pemikiran tersebut, dengan segala gaya diplomasinya, menyebutkan pula bahwa melalui KAA, Indonesia benar-benar mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap "kaidah-kaidah" perundingan dan narasi-narasi besar pergaulan dunia.
 
KAA menjadi tidak biasa sebagai sebuah perhelatan besar bangsa-bangsa, terselenggara dengan baik, dan cara penyajiannya tidak menimbulkan penolakan signifikan dari negara-negara di dunia.

Catatan sejarah perundingan dan diplomasi KAA kemudian menyaebutkan bahwa dasar utama perundingan dalam penyelenggaraan KAA adalah musyawarah untuk mufakat.

Setiap delegasi merupakan peserta yang memiliki kesetaraan sehingga tidak ada satu pun negara menjadi sangat dominan dalam pertemuan tersebut.
 
Segala bentuk perundingan dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan matang serta tetap menegdepankan hak-hak pribadi antar bangsa terutama dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran tanpa mesti bertumpu pada suara mayoritas.

Begitu pula, pembicaraan-pembicaraan dilakukan, begitu mengedepankan rasa saling hormat menghormati tanpa melepas kebiasaan-kebiasaan cara bergaul dari masing-masing delegasi.

Suasana sangat cair dan penuh dengan keakraban.

Itulah sebagian kecil Madrawi, dengan sate dan soto Maduranya, menjadi salah satu bentuk keyakinan membangun kepercayaan diri bangsa.

Meski berada dalam keterbatasan, mereka masih mampu bergerak dan ikhlas.
Dengan segenap kemampuannya Madrawi membantu negara untuk memperoleh solusi atas masalah-masalahnya.

Bersama-sama dengan putra-putri terbaik bangsa lainnya, Madrawi mampu membuka mata dunia akan kemampuan besar Indonesia.

Masih banyak sebetulnya pendekatan lain Indonesia dalam menjamu para delegasi KAA.

Selain diplomasi makan siang itu tadi, Indonesia juga mampu menghadirkan berbagai suguhan kesenian khas Indonesia seperti angklung, tari Bali dan sederet sajian kesenian lainnya.

Tidak kalah menariknya pula, kebijakan penyelenggara KAA pada waktu itu dari segi penggunaan pakaian.

Indonesia sangat terbuka dengan keberagaaman masyarakat dunia internasional.

Dalam hal penggunaan pakaian, penyelenggara menerapkan kebijakan kepada setiap delegasi KAA untuk mengenakan pakaian khasnya masing-masing dengan cara sopan dan tidak menimbulkan ketersinggungan kepada delegasi lain.

Alhasil, dalam dokumentasi-dokumentasi gambar KAA, sangat mudah kita temukan bagaimana keberagaman itu nampak muncul dalam kebersamaan diantara para tamu, delegasi, tuan rumah hingga masyarakat luas yang menyempatkan hadir secara langsung pada penyelenggaraan KAA.

Sungguh dunia ada dalam keberagaman pada saat itu.

Hal terpenting selanjutnya adalah bahwa KAA telah melahirkan sebuah naskah atau kesepakatan dunia yaitu naskah Dasa Sila Bandung.

Naskah ini kemudian menjadi nafas kebebasan bagi Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam menetukan nasibnya.
 
Hal tersebut sejalan pula dengan adanya Spirit Bandung sebagai Ibu Kota Asia Afrika.

Mengutip tulisan dalam laman KOMPAS.com bahwa Isi Dasasila Bandung adalah sebagai berikut:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun