Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Makna Wong Cilik dan Mewaspadai Kebangkitan Kolonialisme Baru dalam Alur Pemikiran Ideologi Politik Soekarno

9 Januari 2023   22:33 Diperbarui: 9 Januari 2023   22:34 831 2
Kata "wong cilik" merupakan istilah akrab dalam lingkungan penggemar ketokohan Soekarno atau Bung Karno.

Bapak Proklamator Bangsa Indonesia ini mengeluarkan istilah wong cilik atau orang kecil sebagai suatu kristalisasi pemikiran ditengah-tengah berkecamuknya ideologi-ideologi dunia pada masa perang dunia ke dua berlangsung.

Perang yang menimbulkan banyak kerugian baik secara fisik ataupun jiwa bagi bangsa-bangsa di dunia itu muncul akibat pertentangan ideologi-ideologi politik dunia seperti liberalisme, komunis dan agama.

Tiga ideologi itu melahirkan turunan sistem ekonomi masing-masing diantaranya liberalisme melahirkan cara pandang ekonomi berupa kapitalisme, komunisme dengan sosialismenya dan agama (terutama Islam) menurunkan sistem ekonomi Islam dibawah kepemimpinan kilafah.

Ajaran-ajaran politik dunia itu menembus berbagai corak kehidupan bangsa-bangsa di dunia yang beraneka ragam.

Ideologi yang meng-internasional, merangsek kedalam sendi-sendi kehidupan bangsa yang sudah hidup dengan tatanan ideologinya masing-masing.

Dengan progresifitas pergerakan ideologi dunia yang masif semacam itu tak terelakan lagi, muncul imperealisme atau pendudukan suatu bangsa oleh bangsa lain.

Motif dibalik imperealisme sendiri rata-rata karena dorongan kebutuhan ekonomi global yang berkembang menyusul adanya perkembangan ilmu sosiologi, revolusi industri sampai kepada hadirnya fenomena penumpukan modal kapital pada suatu bangsa tertentu terutama bangsa-bangsa di Eropa.

Dari realitas dinamika ideologi dunia semacam itu, Indonesia menjadi negara yang terkena dampak langsung imperialisme dan kolonialisme selama berabad-abad.

Sampai pada akhirnya memasuki perkembangan abad XIX, pada masa-masa Soekarno hidup, berjuang dan menjadi pemimpin tertinggi pertama di Republik Indonesia melalui jalan revolusi kemerdekaan.

Sebagai sosok yang terpengaruh langsung dalam perhelatan besar perjuangan bangsa Indonesia pra kemerdekaan, Soekarno memahami betul bagaimana dampak kolonialisme dan imperialisme itu menimbulkan kesengsaraan hebat bagi kehidupan negeri.

Kependudukan bangsa asing di Indonesia dengan membawa misi penguasaan dan pengerukan harta kekayaan alam Indonesia, dinyatakan telah mengisap kehidupan bangsa pribumi dalam segala sisi.

Soekarno menyaksikan bagaimana rakyat hidup dalam jurang kemiskinan, berbanding terbalik dari meraka bangsa-bangsa pendatang yang hidup makmur di atas tanah jajahannya.

Sebagian besar kekayaan Indonesia pun diangkut me negeri asal mereka lalu dipergunakan sebagai modal membangun negaranya.

Sungguh naif prilaku bangsa-bangsa Eropa terdahulu itu. Sepenuh hati mereka menempatkan bangsa-bangsa lain sebagai kelompok manusia yang dihisap habis-habisan demi keuntungan dan ambisi kapitalisme.

Dalam keadaan itulah, Soekarno melihat bagaimana kemampuan bangsa sendiri ditekan sedemikian rupa hingga tak berdaya dalam cengkraman penjajahan.

Pergolakan pemikiran Soekarno semakin memuncak setelah dirinya mampu melahap sejumlah pemikiran-pemikiran dan referensi politik atau ideologi dunia yang menjelaskan bagaimana suatu proses imperialisme dan kolonialisme terjadi di berbagai belahan bumi.

Hingga pada suatu saat, ketika berada di Bandung, dari sela-sela hiruk-pikuk menempuh pendidikan tinggi dan pergerakan Partai Nasional Indonesia (PNI), bertemulah Soekarno dengan seorang petani di kawasan Bandung Selatan.

Sambil menyimak situasi, berbincang dengan sang petani yang kemudian disebut namnya yaitu  Marhaen.

Soekarno melihat langsung kehidupan rakyat pada saat itu.

Marhaen miskin papa padahal dirinya memiliki sejumlah alat produksi sendiri yang rutin untuk dipergunakan mengelola sumber daya alam berupa tanah untuk pertanian.

Meski Marhaen dapat bekerja secara mandiri, tetap saja hidupnya terus mengalami penurunan secara kualitas.

Sejumlah aset yang ia miliki, sampai pada akhirnya habis karena ditukar dengan sejumlah kebutuhan pokok yang harganya sangat tidak wajar.

Seiring waktu, harta benda dan aset usaha yang dimiliki orang-orang Indonesia pada saat itu, harus terbagi kepada anak cucu mereka yang juga menggeluti prosesi sama sebagai petani.

Marhaen dan juga kehidupan orang-orang pada umumnya, hidup dalam kesengsaraan.

Sayangnya lagi, kesengsaraan itu mereka terus wariskan kepada anak cucunya sampai beberapa keturunan.

Ironis, nasib hidup orang Indonesia berada dalam kemiskinan yang terstruktur, sementara sumber daya alam Indonesia begitu kaya, namun hanya menjadi ajang eksploitasi bangsa-bangsa asing.

Dari sini, Soekarno merenungkan, bahwa keadaan orang-orang kecil semacam Marhaen ini dinilai sebagai wujud kehidupan yang membahayakan bagi masa depan bangsa.

Bangsa Indonesia bisa menjadi lenyap lama kelamaan.

Kapitalisme telah memenjarakan kebebasan kehidupan bangsa dalam bidang ekonomi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun