Terinspirasi dari lagu "Naik Kereta Api", dengan potongan syairnya //bolehlah naik dengan percuma//, membuat naluri nekad saya bangkit dan mendorong pergi ke stasion Cimahi.
Berjalan dari rumah bersama teman sepermainan bergegas menuju Kota Bandung menumpang Kereta Rel Diesel (KRD).
Pada jam yang sudah terjadwalkan, kereta tiba. Rasa gembira memuncak saat KRD mendekat di titik tunggu penumpang.
KRD itu jenis kereta api yang pertama kali saya kenal pada tahun 1980an akhir hingga 1990an. Usia saat itu sekitar kelas lima sekolah dasar (SD).
KRD, menurut laman
https://heritage.kai.id/ merupakan kereta yang dioperasikan untuk mengangkut penumpang komuter. KRD merupakan kendaraan yang mempunyai motor penggerak sendiri berupa motor diesel yang dipasang di bawah lantai.
KRD yang pertama kali dioperasikan di Indonesia yaitu seri MCDW 300. KRD MCDW 300 didatangkan pada tahun 1963 dari pabrik Glossing und Schlorer GmbH (Jerman) sejumlah 7 unit dengan formasi 1 set terdiri dari 2 unit dan 1 unit yang tersisa sebagai cadangan. KRD ini dioperasikan pada jalur Solo -- Yogyakarta.
Penuh sesak dalam gerbong penumpang, adalah pemandangan yang mencolok saat KRD benar-benar berhenti di depan mata.
Antara penumpang dan pedagang, sama lincahnya mencari celah masuk berebut sisa ruang yang ada.
Mendapat kursi duduk itu adalah harapan. Jika saja benar-benar mendapatkannya, wah, itu hebat sekali!
Hampir tidak mungkin tempat duduk itu kosong, apalagi kereta tiba di stasion pemberangkatan yang berada di tengah-tengah rute jalur Padalarang-Bandung atau Padalarang Cicalengka.
Sebelum berangkat, sebetulnya ada pemandangan khas di stasion yaitu antrian calon penumpang diloket karcis. Tetapi anehnya, meski calon penumpang terlihat banyak, antrian di tempat karcis hanya dipadati oleh beberapa orang saja. Siapa sebenarnya yang mengantri karcis itu dan siapa pula orang-orang yang berjejal penuh sesak menanti kereta tiba.
Saat KRD tiba dan berhenti sesaat di stasion, pada saat itulah orang mulai berebut memburu pintu kereta. Mana yang keluar siapa yang masuk semua saling berebutan.
Tidak sedikit orang berteriak-teriak sambil bergegas keluar gerbong karena takut kereta segera pergi. Sementara mereka yang akan naik ingin sesegera mungkin mesuk ke dalam gerbong. Saling berebut, saling dorong, caci maki sampai umpatan-umpatan kekekesalan bercampur melengkapi ritual naik kereta api saat itu.
Begitu kereta melaju, semua seolah tampak mereda. Saat bertemu stasion baru, kejadian sama terulang lagi seperti di stasion pemberhentian sebelumnya hingga akhirnya stasion pemberhentian akhir.
Didalam gerbong, penuh sesak orang yang bermacam-macam. Penumpang, pedagang, pengamen dan berbagai aktivitas lain, sangat komplek.
Bebawaan penumpang bersatu dengan orang-orang. Ukuran barang-barang berbagai macam semua dijejalkan mengisi sekecil apapun sisa ruang yang ada.
Masinis nampaknya satu-satunya orang yang terlihat anteng dengan keadaan gerbong-gerbong KRD.
Sementara petugas pemeriksa tiket hilir mudik menyisir masuk dari satu gerbong ke gerbong lainnya. Inilah sosok yang paling diawasi oleh penumpang, apalagi penumpang "bodong" yang naik tanpa karcis.
Keseruan bersama kedatangan petugas pemeriksa karcis atau kondektur adalah ketika bisa menghindar dari pemeriksaan. Siasatnya bisa dengan cara pura-pura tidur, mengaku naik dari stasiun yang terjauh hingga kucing-kucingan menjauh atau keluar masuk dari satu gerbong ke gerbong lain saat kereta berhenti. Ada juga yang nekad, naik kereta di atas gerbong. Cara aman dari kondektur namun mengabaikan keselamatan fisik dan jiwa penumpang sendiri.
Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Daerah Operasi II Bandung, pada suatu saat ditemui menjelaskan, bahwa ada seribu satu masalah di dalam KRD. Sulit mengurai problem yang ada pikirnya saat itu.
PJKA
KRD beroperasi setiap hari untuk jalur layanan tetap. Gerbongnya berwarna khas dengan bentuk tempat duduk memanjang berjajar saling menghadap ke dinding dalam kiri kanan gerbong.
Demikian Pusat Jawatan Kereta Api (PJKA) mengkreasi property layanan kepada massa. PJKA itu perusahaan resmi pemerintah yang khusus menangani perkereta-apian di Indonesia.
Perusahaan ini bertahan cukup lama sebelum akhirnya berganti nama menajadi perusahaan perseroan bernama PT. KAI.
PJKA mengalami adaptasi dengan perubahan nama dan keadaan serta kebijakan hingga sekarang. Setidaknya, perubahan itu menjadi tonggak pemilihan nama PJKA dimulai pada tahun 1971.
Setelah PJKA, dengan dalih peningkatan layanan, nama baru perusahaan perkereta-apian berikutnya adalah Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) pada tahun 1991.
Begitu seterusnya, Perumka pun berubah menjadi Perseroan Terbatas, dengan nama PT. Kereta Api (Persero) tahun 1998. Hingga pada tahun 2011 nama perusahaan PT. Kereta Api (Persero) berubah menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan meluncurkan logo baru.
Perubahan nama-nama perusahaan perkereta-apian di Indonesia saat .engurut ke belakang, sebetulnya masih sangat banyak sebelum nama PJKA itu sendiri. Sejarah penting yang menarik juga apabila infonya bisa diinventarisasi.
Meski nama PJKA itu terus berganti, di Kota Cimahi masih satu tempat, persisnya sebuah komplek perumahan di Kelurahan Padasuka Kota Cimahi dengan nama komplek PJKA.
Itulah luar biasanya PJKA, saat nama lain perusahaan perkereta-apian berganti-ganti, seingat saya hanya nama PJKA sajalah yang "abadi". Sama seperti nama perusahaan jawatan angkutan lain yaitu Damri (Djawatan Angkutan Mobil Republik Indonesia).
Sekelumit tentang KRD mampu menyimpan memori kereta api. Angkutan masal dengan berjuta kenangan.
Perusahaan pemerintah satu-satunya penyelenggara layanan angkutan massal dengan rel khusus yang terus bertahan dengan berjuta tantangannya. Tiada henti berbenah diri demi mewujudkan layanan prima bagi masyarakat Indonesia.