Keterkenalan ini lahir karena prestasi dan hasil kinerja kepemimpinannya bersama rakyat.
Mustahil jika pemimpin asyik sendiri ditampuk kekuasaan sementara rakyat sibuk dengan kompleksitas rutinitas nya kemudian berpadu dan terkondisikan saling mengenal.
Banyak pemimpin di negeri ini menduduki jabatan penting, nyaman dalam segala fasilitas penunjangnya  tapi jarang berinteraksi dengan rakyat yang dipimpinnya. Memang ironis.
Kondisi "ketertutupan" pejabat atau pemimpin pemerintah dari publiknya, dalam catatan akademis Ilmu Pemerintahan, hal ini disebabkan karena toeri yang mereka anut yang disebut etika sosial.
Etika sosial masuk menjadi salah satu jenis etika yang dianut manusia berdasarkan lingkungannya.
Etika sosial, dalam uraian https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/best-seller/pengertian-etika/amp/ menyebutkan bahwa etika jenis ini merupakan jenis etika yang memiliki kaitannya dengan sikap dan kewajiban, serta perilaku suatu individu sebagai umat manusia.
Sikap dan kewajiban sebagai umat manusia karena alasan keberadaan lingkungan dimana dia berada, maka melekat disana aturan-aturan atau konsensus mengikat yang harus dipatuhi bersama. Jika saja terjadi pelanggaran, maka lingkungan akan mengeluarkan si pelanggar dari lingkungannya berada.
Teori ini seperti mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa jelas adanya "gap-gap" sosial itu  akibat adanya jenis-jenis lingkungan yang berbeda satu sama lain dalam kehidupan manusia.
Kehadiran mahluk lain diluar suatu kelompok tertentu yang sudah terbangun akan dianggap sebagai kehadiran yang "mengancam" selama kehadiran orang luar itu belum diketahui secara jelas maksud dan tujuannya.
Lingkungan pemerintahan sebagai salah satu bentuk lingkungan yang khas, memiliki batas-batas dalam proses pelibatan pihak luar ke dalam lingkungannya.
Alhasil, proteksi-proteksi menjadi wajib dilakukan agar lingkungan terhindar dari kemunculan hal-hal yang tidak diinginkan.
Â
Katakanlah, itu dulu. Terlepas apakah teori itu masih berlaku atau tidak bagi kelompok elit di Indonesia.
Saat ini eranya keterbukaan informasi. Sekecil apapun pemimpin menyembunyikan prilakunya dari publik, lama-lama rakyat akan tahu juga.
Proteksi dengan berbagai bentuk implementasinya, masih saja memungkinkan orang masuk menerobos sela-sela kelemahan yang dimiliki suatu lingkungan tertentu.
Secara fisik, boleh saja penerapan kebijakan aparat yang represif diberlakukan. Namun, disisi lain ada ranah protektif lingkungan yang wajib dijaga berkaitan dengan hubungan manusia dengan teknologi mutakhir yang digunakannya. Proteksi menjadi mutlak dan menyeluruh untuk menciptakan rasa aman dari ancaman.
Proteksi lemah pada perangkat teknologi informasi (IT) dengan segala bentuk fungsinya, dapat menyebabkan pemerintah kehilangn harga diri kepemimpinanya.
Saat menyimak adanya suatu fenomena peretasan oleh Hacker Bjorka yang mengobrak-abrik keamanan siber di Indonesia, apa pula yang seharusnya diterapkan dari adanya konsep mengenai etika sosial ini.
Blusukan
Membangun hubungan antar penguasa dan rakyat saat ini telah menjadi trend gaya kepemimpinan di negara kita.
Sebut saja hal itu akan mampu menjadi penawar dari adanya  perubahan menuju era keterbukaan informasi.
Dalam beberapa kesempatan, pemimpin kita melakukan "blusukan". Ini istilah lama yang dipakai ketika pejabat datang menemui rakyatnya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerangkan blusukan adalah masuk ke suatu tempat dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu.