Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Hegemoni Hasrat Konsumen BBM

4 September 2022   21:56 Diperbarui: 5 September 2022   21:09 600 8
Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan pemerintah belum lama ini, menyisakan persoalan baru berkelanjutan dalam kehidupan rakyat.

Persoalan ini mengular, mengikuti masalah-masalah tata kelola minyak dan gas terdahulu khusus dalam hal distribusi dan pemasarannya.

Sudah lama kita tahu bahwa, soal Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, pola distribusi dan pemasarannya sejak tahun 2001, diserahkan kepada mekanisme pasar.

Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001, mengatur model persaingan pemasaran BBM ini.

Masih dalam Undang-undang yang sama, perkara konsumen BBM sebagai bagian dari pokok distribusi dan pemasaran pun turut diatur pula. Disebutkan bahwa konsumen BBM itu terbagi dalam berbagai jenis, ada konsumen BBM subsidi dan Konsumen BBM nonsubsidi.

Selama ini, penerima manfaat atau konsumen BBM di Indonesia datanya terus tercampur sehingga memunculkan kekacauan data konsumen.

"Penyerobotan" hak (baca: hegemoni hasrat) terus terjadi, pemerintah pula dalam hal ini "abai" dengan keadaan pasar yang sedang chaos (kacau) berkelanjutan ini.

Kebijakan menaikan harga BBM kemudian diduga diambil dalam rangka me-murni-kan persaingan pasar dan prilaku konsumen, yang menggambarkan bahwa, disinyalir BBM subsidi hari ini habis oleh para pengguna atau konsumen BBM nonsubsidi.

Pemerintah itu sudah tepat mengatur jenis-jenis konsumen BBM, namun disisi lain bahwa komoditi minyak itu "milik" pasar.

Kewenangan pemerintah hanya mengawasi melalui regulasi. Artinya pemerintah itu tidak pernah ikut jualan BBM dalam fenomena pasar bebas BBM.

Lalu kemunculan istilah penyaluran BBM salah sasaran itu karena ulah siapa? Penjual BBM atau prilaku konsumennya?

Keadaan lumrah jika pedagang itu sulit menolak keinginan pembeli, apalagi produk yang sedang ia jajakan adalah produk yang laku dipasaran.

Sikap mengambil jenis barang produksi atau keinginan membeli itulah yang kemudian dikembalikan kepada konsumennya sendiri, mau memilih yang mana?

Sementara pelanggan BBM tersebut kerap  dihadapkan dengan situasi berkebutuhan dengan tingkat daya beli yang fluktuatif.

Lalu, peran pemerintah dalam mengimbangi keadaan pasar, menurut UU Minyak dan Gas tadi, ada kewajiban pemerintah menganggarkan subsidi. Hanya saja, anggaran subsidi itu sangat kecil dari harga BBM itu sendiri.
(Pasal 28 huruf C UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, bahwa, Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu).

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

6 bulan yang lalu
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun