Dalam dunia akademik, integritas dan kejujuran adalah pilar utama yang menopang reputasi seorang peneliti maupun institusi pendidikan. Setiap karya ilmiah seharusnya lahir dari dedikasi dan upaya jujur seorang akademisi dalam mencari kebenaran. Namun, sayangnya, ada kalanya para peneliti merasakan godaan untuk meraih pengakuan dengan cara yang tidak semestinya, terutama dalam tekanan untuk mencapai prestasi di usia muda. Ketika seorang akademisi mulai mengambil jalan pintas dan melanggar etika, dampaknya bisa sangat merusak, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi seluruh komunitas akademik. Tindakan seperti ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar tentang bagaimana mekanisme pengawasan dan sanksi di dunia pendidikan, serta apa yang terjadi ketika integritas tersebut dikorbankan demi ambisi pribadi.
Plagiarisme dalam segi akademik adalah pelanggaran serius yang merusak integritas dan reputasi institusi pendidikan serta individu yang terlibat. Kasus yang melibatkan Kumba, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional (Unas), mencerminkan perlunya mekanisme yang lebih ketat dalam mencegah dan menangani tindakan plagiarisme. Dugaan plagiarisme ini muncul setelah sejumlah dosen dari University Malaysia Terengganu (UMT) menyampaikan bahwa Kumba mencatut nama mereka dalam jurnal ilmiah tanpa izin. Institusi akademik harus meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku plagiarisme untuk menjaga kejujuran akademik.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh pihak universitas, Kumba diduga telah memanfaatkan posisinya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unas untuk mengakses dan menggunakan data penelitian dari beberapa dosen UMT tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini diketahui setelah salah satu dosen UMT menyadari bahwa namanya tercantum dalam sebuah jurnal internasional tanpa pernah berkolaborasi dengan Kumba atau memberikan izin untuk menggunakan data penelitiannya. Kasus ini kemudian diperiksa lebih lanjut oleh komite etik universitas. Fakta pun terungkap bahwa Kumba juga pernah melakukan tindakan serupa dalam beberapa publikasi sebelumnya. Penemuan ini semakin memperkuat urgensi untuk menerapkan regulasi serta sanksi yang lebih ketat berat terhadap pelaku plagiarisme dalam lingkungan akademik.
Bayangkan sebuah perpustakaan besar, tempat para pembaca datang untuk mencari pengetahuan dan inspirasi. Pada setiap raknya tersimpan buku-buku yang ditulis dengan teliti oleh penulis yang mencurahkan pikiran, waktu, dan usaha mereka. Namun, di sudut gelap perpustakaan itu, ada seseorang yang dengan diam-diam merobek halaman dari buku-buku tersebut dan memasukkannya ke dalam bukunya sendiri, seolah-olah itu adalah karyanya. Tindakan ini mungkin tampak sepele pada awalnya, tetapi ketika akhirnya terungkap, tidak hanya reputasi si pencuri yang rusak, tetapi juga kepercayaan para pembaca terhadap integritas seluruh perpustakaan itu sendiri. Seperti perpustakaan yang tercoreng oleh tindakan curang tersebut, dunia akademik juga menghadapi ancaman serupa ketika seorang akademisi memilih untuk mengambil jalan pintas dengan melanggar etika dan integritas akademik.