Lumrah jika kemudian elit politik dan masyarakat awam mengarahkan pernyataan Jokowi pada salah satu figur kandidat calon presiden pada Pilpres 2024 mendatang. Namun, wajar juga jika pernyataan Jokowi memancing kekesalan, seperti yang diutarakan beberapa petinggi PDIP. Walau begitu, elit PDIP tidak secara langsung menyalahkan Jokowi.
Mereka melemparkan kekesalannya pada relawan dan lingkungan dekat dari presiden yang dituding kerap membisikkan pesan-pesan sponsor pada presiden, sebagaimana yang disampaikan pada acara di SUGBK itu. Jangan cederai wibawa Jokowi dengan berbagai manuver yang terkesan sebagai pesan sponsor.
Acara relawan memang kerap memberi panggung bagi Jokowi untuk menyampaikan sinyal dukungan Capres 2024. Pada momen itulah Jokowi terkesan mengendorse calon tertentu.
Adi Prayitno, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), bisa memahami kegeraman elit PDIP. Menurut peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, itu, PDIP memandang Jokowi adalah kader mereka. Dan, urusan pilpres adalah urusan Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP yang memiliki hak prerogatif untuk menentukan siapa capres dari mereka. Bukan urusan relawan dan yang lainnya.
Sebagaimana dikutip dari media, Adi Prayitno menyebut relawan sebagai replika politik Jokowi. Forum relawan menjadi tempat Jokowi bicara soal capres tanpa beban, tak terkecuali kode keras dan endorsement tersebut.
Ahmad Khoirul Umam, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), punya pandangan lebih keras lagi. Menurut dia, seperti dikutip media, konsolidasi relawan Jokowi dan pesan capres "Wajah berkerut" dan "berambut putih" merupakan langkah yang melewati batas.
Jokowi dinilai menyampaikan pesan simbolik yang terlalu vulgar terkait dukungannya pada salah satu figur yang berpeluang di Pilpres 2024 meskipun ia berusaha mengaburkannya dengan tanda-tanda atau semiotika berupa "wajah berkerut" dan "berambut putih".'
Pernyataan endorsement Jokowi pada acara relawan Nusantara Bersatu itu sebenarnya bukan hal yang sama sekali baru. Bila ditilik ke belakang, Jokowi sebelumnya memberikan pernyataan bernada endorsement pada dua kandidat capres lainnya, yakni Airlangga Hartarto dan Prabowo Subianto.
Mungkin masih belum lekang dari ingatan karena ditayangkan langsung juga oleh televisi, bagaimana respon Jokowi saat menghadiri perayaan puncak HUT ke-58 Partai Golkar pada Jumat malam, 21 Oktober 2022, di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Kala itu, Jokowi tinggal hingga akhir acara. Biasanya, jika menghadiri suatu acara, Jokowi jarang sekali tinggal sampai akhir acara tersebut.
Seperti tertuang dalam pemberitaan Kompas.com, Jokowi ditanya awak media alasannya tinggal sampai akhir di acara HUT Golkar tersebut. Ternyata, alasannya adalah karena Golkar merupakan partai yang istimewa bagi dirinya. Karena itu wajar kalau dia menghadiri acara HUT Golkar hingga tuntas. Apalagi ini adalah momen besar bagi Golkar yang berulang tahun ke-58.
"Istimewa. Pak Airlangga istimewa, Golkar juga istimewa," demikian disampaikan Jokowi saat itu.
Momen keberadaannya hingga acara berakhir, ditambah lagi dengan pernyataan dukungannya kepada Airlangga Hartarto dalam sambutan resminya, disebut-sebut sebagai endorsement Jokowi yang luar biasa kepada Ketua Umum Partai Golkar itu.
Penyebutan Airlangga Hartarto sebagai pemimpin yang berpengalaman dan memiliki rekam jejak baik, serta salah satu putra bangsa yang mempunyai kualifikasi dan berpotensi menjadi penerus estafetnya, tentu bukan sesuatu yang berlebihan.
Belakangan, Jokowi mengisyaratkan dukungannya pada Prabowo Subianto. Endorsement pada Ketua Umum Gerindra yang Menteri Pertahanan itu disampakan Jokowi dalam sambutannya di acara HUT Partai Perindo, Senin, 7 November 2022. Jokowi mengisyaratkan, setelah kalah dua kali berturut-turut, yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, Â
giliran Prabowo Subianto yang akan memenangkan Pilpres 2024.
Dalam pandangan Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP), berbagai pernyataan dukungan atau endorsement dari Jokowi tak perlu disikapi berlebihan apalagi sampai mengundang kemarahan. Menurut dia, jika Jokowi kerap melemparkan tanda-tanda, memberi sinyal-sinyal, mungkin itu harus dianggap sebagai kepedulian tinggi Jokowi akan pemimpin bangsa yang mumpuni dan dikehendaki oleh rakyat.
Andre Vincent Wenas lalu mencoba mengurai semiotika "wajah berkerut" dan "rambut memutih"--sebagaimana yang dipaparkan di awal tulisan ini- dengan dinamika yang terjadi dalam pembangunan di Tanah Air saat ini, termasuk dengan berbagai permasalahannya.
Dia menjabarkan berbagai agenda skala nasional (maupun inter-nasional) sedang diteruskan Jokowi, sebagai kelanjutan program pemimpin sebelumnya, banyak yang sudah selesai dan ada juga yang masih dikerjakan. Di samping itu, sejumlah gagasan baru dari Jokowi sendiri.
Misalnya, soal Ibu Kota Nusantara (IKN) yang digagas dan dirintis Bung Karno, tapi kemudian berhenti dan cuma jadi wacana semata selama puluhan tahun, apa pun alasannya. Baru sejak kepemimpinan Jokowi gagasan dan rintisan awal Bung Karno itu jadi proyek nyata yang dilandasi Undang-Undang. Solid. Patut diacungi jempol.
Program IKN adalah mega-proyek yang tembus jaman alias visioner. Jauh ke depan, yang saking jauh ke depannya sampai-sampai banyak cerdik pandai di negeri ini pun tak sanggup mencernanya. Tapi Jokowi rupanya tak gentar dan tak urung niat, bahkan ngegas terus.
Singkatnya, Jokowi tak sekadar mengisyaratkan, akan tetapi menghendaki penerusnya adalah figur yang mampu melanjutkan program tersebut....