Rencana kehadiran dua anggota baru di KIB mengemuka dari konsolidasi KIB di Makassar, Sulsel, Minggu (6/11/2022). Baik Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, serta Zulkifli Hasan dari PAN dan Muhammad Mardiono di PPP, sama-sama mengisyaratkan kehadiran dua anggota baru KIB tersebut.
Kehadiran dua partai baru di KIB disampaikan oleh ketiganya untuk lebih meningkatkan kekuatan KIB dalam menghadapi tujuan dan cita-cita bersama, yang berlandaskan program dan gagasan. Itu jauh lebih penting dibanding buru-buru mendeklarasikan nama capres dan cawapres.
Jauh sebelum pertemuan Makassar, dua partai baru yang diperkirakan segera bergabung ke KIB adalah Perindo dan PSI. Belakangan, PDIP dan PKS mengemuka. Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing yang mengawalinya.
Dalam pengamatan pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Karawaci itu, Pilpres 2024 akan lebih nyaman jika PDIP dan PKS berada dalam satu barisan dengan KIB. Menurutnya, sebagaimana dikutip media, politik Indonesia sangat cair, termasuk dalam berkoalisi. Tidak bisa dikatakan hitam ataupun putih.
"Konteksnya bukan PDIP bergabung dengan KIB, tetapi ada titik kepentingan bersama kalau mereka berkoalisi. Kan, kalau PDIP bergabung, seolah-olah PDIP yang subordinat," kata Emrus Sihombing, seperti dikutip media.
Setiap partai memang memiliki posisi yang sama. Oleh karena itu, peluang kerja sama antara partai anggota KIB dan PDIP juga sangat terbuka. Dalam prediksi Emrus, menghadapi Pilpres 2024 itu, PDIP akan menggandeng partai lain.
Menurut dia, kecil kemungkinan PDIP mengusung calon sendiri, sekalipun cukup. PDIP ingin mewujudkan politik gotong royong dengan berkoalisi. Terkait dengan itu, Emrus mengusulkan pembentukan poros koalisi antara Golkar, PAN, PPP, PDIP, dan PKS.
Hal itu juga akan membendung adanya kemungkinan upaya pihak lain ketika hendak menggunakan politik identitas dan agama. Selain itu, komposisi itu juga akan mendorong bangsa Indonesia ke arah politik yang berlandaskan program dan gagasan.
Emrus berkeyakinan, jika bangsa ini ingin dibawa pada politik berbasis program pembangunan ekonomi, sejatinya koalisi PDIP, Golkar, PPP, dan PKS berada di satu kesatuan.
Oleh karenanya Emrus menolak wacana yang menyatakan ketidakmungkinan PDIP dan PKS berada dalam satu koalisi. Menurutnya ada tiga alasan PDIP bisa bersama PKS. Pertama, kedua partai berkoalisi di pilkada. Kedua, perpolitikan Indonesia sangat cair, tidak hitam-putih. Ketiga, PKS juga partai yang bhinneka tunggal ika.
Airlangga Hartarto pernah berbicara tentang harapannya PDIP bergabung dengan KIB. Tetapi, PKS? Belum pernah ada satu pun yang menyebutkan kemungkinan menarik partai berbasis agama itu ke KIB.
Merujuk pada frasa politik itu cair serta politik bukan sekadar hitam dan putih, apapun bisa terjadi. Juga kemungkinan PKS memutuskan bergabung dengan KIB. Semua berpulang pada keputusan Dewan Syuro. Adalah Dewan Syuro pula yang meminta elit PKS tidak memaksakan kepastian mereka bergabung dengan NasDem dan Demokrat dalam Koalisi Perubahan.
Rencana pembentukan Koalisi Perubahan sudah jauh-jauh hari dikumandangkan, pasca lahirnya KIB. Elit ketiga partai, terutama NasDem, bahkan sudah sejak jauh-hari pula merencanakan deklarasi Koalisi Perubahan pada 10 November, memanfaatkan momentum Hari Pahlawan dan HUT ke-11 NasDem. Koalisi Perubahan itu tidak jadi diumumkan hari ini.
NasDem menginginkan pembentukan Koalisi Perubahan secepat mungkin karena mereka sudah mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (bacalon), sementara Demokrat dan PKS belum satu kata terkait figur yang ditetapkan sebagai pendamping Anies Baswedan...